Dana BOS Harus Terbuka, Sikap Ketua PGRI Riau Dinilai Kontraproduktif Demokrasi

KILASRIAU.com – Kontroversi mencuat usai Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, Prof. Adolf Bastian, S.Pd, M.Pd, dalam acara pengukuhan pengurus dan BKO PGRI Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) pada Kamis (28/8/2025), menyampaikan imbauan yang dinilai publik berpotensi mengancam transparansi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Dalam sambutannya, Adolf meminta kepala sekolah dan guru tidak perlu takut kepada wartawan maupun LSM yang mempertanyakan dana BOS. Ia bahkan mengarahkan agar pihak-pihak tersebut bisa dilaporkan kepada kepolisian maupun TNI.
“Tolong dibantu bapak Polres dan pak Dandim. Kalau ada oknum seperti itu, diamankan karena sering meneror dan mengancam guru terkait dana BOS. Kepala sekolah tetap bertanggung jawab dalam mengelola pendidikan, apalagi melaksanakan BOS sesuai SOP,” ujar Adolf di hadapan peserta
- Mahasiswa Gelar Aksi Damai, Bupati Herman: Kritik Jadi Motivasi Pemerintah
- Mahasiswa dan Forkopimda Turun ke Jalan Gelar Aksi Kemanusiaan, Bupati H. Herman: Inhil Tetap Damai karena Kita Semua Saling Menjaga
- Demo Mahasiswa di DPRD Riau Berlangsung Damai, Mahasiswa dan Polisi Bersalaman
- DPRD dan Pemkab Inhil Gelar Doa Bersama, Suarakan Aspirasi Rakyat
- Arsip Nasional Republik Indonesia dan Wirawati Catur Panca Tandatangani MoU serta Gelar Pameran Arsip Pahlawan Perempuan Indonesia
Pernyataan tersebut segera menuai sorotan dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Publik menilai sikap Ketua PGRI Riau bukan saja keliru, melainkan juga berbahaya karena dapat dianggap sebagai upaya membungkam peran kontrol sosial pers dan LSM.
Padahal, aturan hukum di Indonesia secara tegas menjamin hak publik untuk memperoleh informasi terkait penggunaan dana BOS yang bersumber dari APBN. Dua regulasi penting yang mengaturnya adalah:
1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) – memberi hak kepada masyarakat untuk meminta dan memperoleh informasi publik, termasuk laporan penggunaan dana BOS.
2. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers – menjamin kemerdekaan pers dan melindungi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Pengamat hukum dan kebijakan publik yang juga advokat Peradi Inhil, Andang Yudiantoro, SH, MH, mengecam keras pernyataan Adolf Bastian. Menurutnya, imbauan tersebut dapat menjadi bentuk kriminalisasi terhadap kerja pers.
“Ini preseden buruk. Wartawan bukan musuh, mereka bekerja berdasarkan undang-undang. Kalau kepala sekolah merasa benar dalam mengelola BOS, kenapa harus takut membuka laporan ke publik? Pernyataan Ketua PGRI jelas kontraproduktif dengan semangat reformasi dan demokrasi,” tegas Andang.
Ia juga menambahkan, PGRI seharusnya berada di garda terdepan dalam mendorong keterbukaan informasi, bukan justru menutup ruang kritik.
“Dana BOS adalah uang negara, hak publik untuk mengetahuinya. Menutup-nutupinya justru membuka peluang penyalahgunaan. Kalau guru diarahkan untuk menutup diri dari pers, apa jadinya pendidikan kita? Justru transparansi adalah cara terbaik menjaga marwah guru dan lembaga pendidikan,” imbuhnya.
Polemik ini kembali menegaskan pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan dana BOS. Sekolah tidak hanya diwajibkan melaporkan penggunaan anggaran secara internal, tetapi juga perlu menempelkan laporan realisasi BOS di papan informasi atau media resmi agar mudah diakses masyarakat.
Alih-alih mengintimidasi wartawan dan LSM, sekolah dinilai perlu menjadikan mereka mitra pengawasan. Sebab, setiap rupiah dana BOS adalah hak anak bangsa yang harus dijaga pemanfaatannya dengan penuh tanggung jawab.
Tulis Komentar