Arsip Nasional Republik Indonesia dan Wirawati Catur Panca Tandatangani MoU serta Gelar Pameran Arsip Pahlawan Perempuan Indonesia

KILASRIAU.com, Jakarta – Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bersama Organisasi Wirawati Catur Panca (WCP) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang pelestarian dan digitalisasi arsip pahlawan perempuan Indonesia.
Kerja sama ini bertujuan menjaga warisan sejarah bangsa melalui arsip tokoh-tokoh perempuan seperti R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Maria Walanda Maramis, dan Martha Christina Tiahahu, serta pahlawan perempuan lainnya yang telah memberi kontribusi besar bagi perjuangan bangsa.
Kepala ANRI, Dr. Mego Pinandito, menegaskan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah penting dalam memastikan arsip pahlawan perempuan tetap terjaga, mudah diakses, dan dikenal generasi muda.
- Mahasiswa Gelar Aksi Damai, Bupati Herman: Kritik Jadi Motivasi Pemerintah
- Mahasiswa dan Forkopimda Turun ke Jalan Gelar Aksi Kemanusiaan, Bupati H. Herman: Inhil Tetap Damai karena Kita Semua Saling Menjaga
- Demo Mahasiswa di DPRD Riau Berlangsung Damai, Mahasiswa dan Polisi Bersalaman
- DPRD dan Pemkab Inhil Gelar Doa Bersama, Suarakan Aspirasi Rakyat
- Kasus Driver Ojol Tewas, HMI Cabang Pekanbaru Disorot karena Diam
“Arsip bukan hanya catatan masa lalu, tetapi juga inspirasi untuk masa depan. Dengan kerja sama ini, ANRI dan Wirawati ingin memastikan perjuangan dan pemikiran pahlawan perempuan tetap hidup dan menjadi teladan sepanjang masa,” ujarnya.
Mego menambahkan, jika arsip hilang, maka bangsa ini akan kehilangan jejak penting perjalanan Indonesia. Untuk itu, pihaknya akan terus mendorong kerja sama lintas sektor, termasuk dengan Wirawati.
“Tujuannya agar arsip pahlawan perempuan dapat dilestarikan, didigitalisasi, dan diwariskan kepada generasi mendatang,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Wirawati Catur Panca, Pia Feriasti Megananda, menyambut baik kerja sama strategis ini. Menurut dia, pahlawan perempuan adalah sumber inspirasi bagi gerakan perempuan Indonesia.
Melalui arsip-arsip generasi muda dapat belajar bagaimana mereka berjuang, menulis, dan menyuarakan perubahan. MoU ini bukan hanya tentang menjaga dokumen, tetapi juga tentang menjaga semangat perjuangan.
“Kami ingin memastikan bahwa nilai-nilai kepahlawanan perempuan dari Kartini, Cut Nyak Dien, hingga Martha Tiahahu, terus mengalir ke generasi muda Indonesia,” katanya.
Ruang lingkup kerja sama yang tercantum dalam MoU ini meliputi penyelamatan, pelestarian, dan pemanfaatan arsip sejarah perjuangan perempuan di Indonesia, termasuk kegiatan restorasi; penyelenggaraan wawancara sejarah lisan; pembinaan kearsipan di lingkungan Wirawati Catur Panca; serta kegiatan lain yang disepakati kedua belah pihak.
“Pelaksanaan MoU ini akan ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama maupun korespondensi resmi yang ditandatangani pejabat berwenang, sehingga program dapat berjalan berkelanjutan dengan dukungan pembiayaan, pemantauan, dan evaluasi bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, dalam pidato sambutannya menekankan pentingnya momentum sejarah dalam menjaga persatuan bangsa. Semangat 80 tahun Indonesia merdeka harus kita maknai dengan tidak melupakan sejarah.
Menurut dia, banyak negara yang usianya bahkan tidak sampai 70 tahun, seperti Yugoslavia yang terpecah menjadi 7 negara atau Uni Soviet menjadi 15 negara. Indonesia masih berdiri tegak karena perbedaan justru menjadi perekat bangsa melalui budaya. Arsip ini adalah kekayaan nasional kita.
“Saya ucapkan terima kasih kepada ANRI atas kerja keras menghadirkan pameran dan seminar ini, termasuk lima arsip Indonesia yang sudah diakui sebagai Memory of the World oleh UNESCO, salah satunya surat-surat R.A. Kartini,” ungkapnya.
Di sisi lain, Fadli Zon juga menyoroti nilai sejarah dari surat-surat Kartini yang berjumlah 179 naskah. Dia menambahkan, Kartini wafat di usia sangat muda, 25 tahun, namun dalam usia singkat itu ia melahirkan surat-surat yang menginspirasi. Surat-surat itu mengangkat harkat martabat perempuan Indonesia, sama seperti di negara lain di mana perjuangan perempuan untuk memperoleh hak pilih baru tercapai puluhan tahun kemudian.
“Inilah pentingnya arsip: tanpa arsip, sejarah bisa hilang. Bahkan naskah proklamasi pernah hampir dibuang ke tempat sampah sebelum akhirnya diselamatkan,” tambahnya.
Adapun Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, menegaskan bahwa pengakuan internasional atas surat-surat Kartini melalui Memory of the World merupakan penghargaan sekaligus tanggung jawab bangsa. Dia juga sangat mengapresiasi Wirawati Catur Panca sebagai organisasi perempuan pertama yang mempunyai inisiatif untuk melakukan kerja sama dengan ANRI.
“Kami berterima kasih kepada ANRI dan Wirawati yang telah bekerja keras melalui kolaborasi lintas sektor. Arsip ini menunjukkan bagaimana gagasan emansipasi muncul di era kolonial, ketika akses perempuan sangat terbatas,” jelasnya.
Menteri PPPA pun berharap, perjuangan Kartini tidaklah bersifat pribadi, tetapi mampu menginspirasi perubahan besar yang menumbuhkan kesetaraan gender, termasuk perjuangan perempuan masa kini. (*)
Tulis Komentar