Benteng Barat Memanas, Warga Siap Surati DPR Jika Lahan Sitaan Dialihkan ke PT BPLP

KILASRIAU.com – Polemik pengelolaan lahan sawit seluas 264 hektare di Desa Benteng Barat, Kecamatan Sungai Batang, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, memasuki babak baru. Hingga kini belum ada kejelasan terkait status lahan tersebut, sementara masyarakat setempat menegaskan penolakan keras jika kawasan itu benar-benar dikembalikan kepada pihak perusahaan.
Lahan yang sebelumnya dikuasai PT Bumi Palma Lestari Persada (BPLP) itu telah disita oleh Tim Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penyitaan dilakukan melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), karena lahan tersebut diduga masuk dalam kawasan hutan negara dan dikelola secara ilegal.
Tim PKH juga telah memasang plang sitaan resmi di lokasi sebagai tanda bahwa lahan berada dalam penguasaan pemerintah. Langkah tersebut sempat disambut positif oleh masyarakat Desa Benteng Barat yang sejak lama memperjuangkan hak atas wilayah tersebut.
- Kanwil Bea Cukai Aceh Imbau UMKM Waspada Penipuan Berkedok Calon Buyer Asing
- Konflik Masyarakat Siabu Dengan PT Ciliandra Perkasa Gapai Kesepakatan, Naufal: Kampar di Hati Bukti Nyata Dedikasi Ahmad Yuzar dan Misharti
- PAD Pasar Tradisional Stagnan Rp250 Juta, HPPI Dorong Keamanan dan Kenyamanan
- Warga Desa Benteng Barat Tolak Lahan Sitaan Dikelola Lagi oleh Perusahaan: "Kami Sudah Cukup Menderita"
- Kos-Kosan Laki-Laki Harga Murah di Tembilahan, Nyaman dan Strategis
Namun, belakangan muncul kabar bahwa lahan sitaan itu akan kembali diserahkan ke perusahaan. Rumor ini langsung memicu gelombang penolakan dari warga.
“Kami atas nama Kelompok Masyarakat Desa Benteng Barat menyatakan penolakan keras. Jika benar lahan itu akan dikembalikan kepada perusahaan, maka kami sangat keberatan. Kami merasa tidak ada keadilan,” tegas Arsyad, salah seorang perwakilan masyarakat, Rabu (17/9/2025).
Warga menilai kehadiran perusahaan selama ini tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Sebaliknya, keberadaan perusahaan justru menimbulkan konflik lahan, kerusakan lingkungan, dan kesenjangan sosial.
“Selama ini masyarakat hanya jadi penonton. Tidak ada pemberdayaan, tidak ada keterlibatan kami sebagai pemilik wilayah adat,” tambahnya.
Masyarakat mendesak agar pemerintah tidak menyerahkan kembali lahan tersebut kepada swasta. Mereka berharap lahan sitaan dikelola oleh lembaga pemerintah atau BUMN dengan melibatkan warga secara aktif untuk kepentingan bersama.
“Kami harap pemerintah turun langsung. Jangan sampai kepercayaan rakyat dikhianati. Kalau sudah disita, semestinya dialihkan untuk kepentingan rakyat, bukan malah dikembalikan ke perusahaan yang dulu mengelolanya secara tidak sah,” ujar Arsyad.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah maupun perusahaan terkait status final pengelolaan lahan tersebut. Sementara itu, warga menegaskan akan terus melanjutkan penolakan jika aspirasi mereka tidak diakomodir.
“Kalau perlu, kami akan surati Kementerian dan Komisi IV DPR RI. Ini soal hak kami sebagai warga negara dan masyarakat adat. Kami ingin keadilan,” tegasnya.
Di sisi lain, pihak PT Bumi Palma Lestari Persada (BPLP) belum memberikan tanggapan atas polemik yang berkembang. Upaya konfirmasi media melalui pesan WhatsApp belum mendapat jawaban hingga berita ini diterbitkan.**
Tulis Komentar