KPK Harus Ada Pembenahan Masif untuk Menekan Angka Korupsi

KILASRIAU.com - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syarif Hidayat mengatakan, harus ada pembenahan sistem yang masif untuk menekan angka korupsi di Indonesia.

Pembenahan sistem bisa dimulai dari pemangkasan biaya politik yang tinggi.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah membenarkan bahwa seseorang yang hendak maju dalam kontestasi politik perlu mengeluarkan sejumlah uang untuk mahar politik.

Syarif mengatakan, uang tersebut jumlahnya tidak sedikit. 

"Nilainya cukup kaget juga saya dengar dari bupati, wali kota yang ditangkap (KPK). Paling kecil Rp 10 miliar," kata Syarid dalam seminar nasional 'Mencari Pemimpin yang Bersih dan Berhikmat', di Kantor Lemhanas, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2/2019).

Menurut Syarif, adanya mahar politik mendorong pejabat daerah melakukan korupsi. Pasalnya, para pejabat daerah kerap kali merasa tidak cukup atas gaji yang mereka dapatkan.

Sementara, para pejabat ini juga merasa perlu untuk mengembalikan "modal" saat mengikuti pilkada.

Oleh karena itu, Syarif menilai, harus ada pemebenahan dalam sistem pencalonan kepala daerah.

Hal lain yang harus dibenahi adalah perihal transaksi tunai. Syarif menyebutkan, pemerintah harus melakukan pembatasan terhadap transaksi tunai.

Alasannya, dari pengalaman OTT yang dilakukan oleh KPK, hampir seluruh uang hasil tindak kejahatan korupsi diterima dalam bentuk tunai.

Uang-uang tersebut disimpan dalam ruang yang berisi sejumlah brankas, atau tempat-tempat lainnya.

"Kami butuh dukungan dari pemerintah untuk pembatasan transaksi tunai. Ketika tidak ada pembatasan transaksi tunai, OTT-OTT akan selalu terjadi," ujar Syarif.

Ia menambahkan, pembenahan sistem yang masif dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi di Indonesia.

Pada 2018, indeks persepsi korupsi Indonesia memang meningkat satu poin, dari 37 poin di 2017 menjadi 38 poin. Namun, angka tersebut masih jauh dari predikat baik.

Indonesia masih kalah jauh dari negara tetangga, seperti Malaysia yang indeks persepsi korupsinya 45 poin, atau Singapura dengan indeks persepsi korupsi 85 poin.






Tulis Komentar