Dana Saksi Tanggung Jawab Parpol, Mengapa Komisi II DPR Minta negara membiayai dari APBN?

Saksi pemilu TPS @KILASRIAU.com

KILASRIAU.com - Komisi II DPR mengajukan usulan yang cukup janggal dan aneh. Mereka menginginkan dana saksi yang bertugas pada saat pemungutan suara dibiayai oleh APBN 2019. Padahal, saat pembahasan RUU Pemilu, DPR dan pemerintah sepakat ongkos saksi di TPS merupakan tanggung jawab masing-masing partai politik.

Pendapat itu disampaikan Peneliti Formappi Lucius Karus. Dia menilai, usulan itu justru disampaikan oleh anggota Komisi II yang sebelumnya mengajukan usulan berbeda saat pembahasan RUU Pemilu dan sudah diputuskan bersama pemerintah. "Orang-orang yang sama dalam waktu yang tak terpaut lama bisa-bisanya memunculkan usulan yang bertolak belakang," kata dia melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (17/10).

Menurut Lucius, usulan membiayai saksi dari APBN itu membuktikan DPR yang plin-plan. Jika pada saat pembahasan RUU Pemilu, mereka bisa menyampaikan argumentasi yang kuat soal alasan pembiayaan saksi pada pemerintah atau APBN, maka sesungguhnya mereka tak perlu menjilat ludah sendiri saat ini.

Di sisi lain, lanjut dia, usulan pembiayaan saksi dibebankan kepada APBN 2019 sesungguhnya menyingkap ketakberdayaan parpol-parpol menghadapi pelaksanaan Pemilu 2019. Tak hanya itu, usulan tersebut juga menelanjangi kesemrawutan parpol mempersiapkan diri menjelang pelaksanaan Pemilu.

"Mestinya sejak awal parpol sudah membuat hitung-hitungan termasuk mempersiapkan dana dari sumber yang legal untuk menyiapkan pemilu. Persiapan itu tak bisa satu dua bulan bahkan satu dua tahun sebelum pemilu. Jika parpol sudah bekerja jauh-jauh hari mempersiapkan Pemilu 2019, maka pasti tak akan muncul usulan aneh seperti dana saksi ini ketika waktu penyelenggaraan Pemilu sudah di depan mata," ujarnya.

Jika usulan ini disetujui, Lucius mengkhawatirkan urusan tata kelola dana saksi itu. Siapa yang seharusnya bertanggung jawab untuk mendistribusikan dana tersebut dan bagaimana menjelaskan anggarannya itu pada APBN 2019 di luar anggaran penyelenggaraan Pemilu yang sudah disetujui?

"Alih-alih membantu meringankan beban partai untuk membiayai saksi, dana ini justru bisa memicu persoalan serius soal tata kelola keuangan negara," cetusnya.

Dalam pandangan dia, saksi parpol pada pemungutan suara sepenuhnya bekerja untuk kepentingan partai semata. Bagi pemilih dan rakyat kebanyakan, tak ada urusan dengan saksi-saksi ini karena pemilih hanya bertanggung jawab memberikan suara yang dilakukan sesuai prinsip-prinsip pemilu dan diawasi oleh penyelenggara pemilu. Pemilih yang merupakan rakyat umumnya tak punya kepentingan untuk berbuat curang di tempat pemungutan suara.

"Yang ditakutkan oleh parpol sehingga perlu memastikan adanya saksi-saksi di setiap TPS adalah kecurangan yang dilakukan oleh sesama parpol. Ketakutan akan kecurangan ini begitu kuat sehingga perlu memastikan keberadaan saksi karena parpol-parpol sendiri rupanya suka bermain curang pada saat pemungutan dan penghitungan suara. Jadi kepentingan parpol agar tak dicurangi oleh parpol lain membuat peran saksi jadi sangat penting," ujarnya.

"Sesungguhnya urusan saksi adalah urusan parpol, tanggung jawab parpol. Oleh karena itu tak pantas jika urusan parpol tersebut harus dibebankan kepada APBN yang merupakan uang negara yang ditujukan bagi kepentingan rakyat Indonesia," imbuhnya.

Yang mengherankan, kata Lucius, DPR yang mengusulkan agar dana saksi dibiayai oleh APBN adalah orang-orang yang juga sibuk mengkritik ekonomi Indonesia yang menurut mereka tengah dalam situasi sulit saat ini. Kalau mereka bisa mengkritik itu, maka sesungguhnya tak pantas mereka justru mengambil jatah APBN yang ditujukan untuk rakyat demi kepentingan kelompok dan partai.

"Jadi DPR memang kian tak konsisten, bahkan gemar menjilat ludah mereka sendiri," pungkasnya.






Tulis Komentar