Korupsi Pipa Transmisi di Inhil, Terkuak 4 Nama, Polda Sebut Tersangka Masih Lidik

Ilustrasi pipa transmisi

PEKANBARU, KILASRIAU.com - Polda Riau terkesan menutupi proses penanganan perkara dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir (Inhil). Itu terlihat dari masih dilidiknya nama tersangka, meski telah tertera dalam empat dari lima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterbitkan.

Hal tersebut diungkapkan Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto, menanggapi pemeriksaan Muhammad, Kamis (18/10/2018). Wakil Bupati Bengkalis itu dimintai keterangan terkait perkara penyimpangan proyek yang dikerjakan tahun 2013-2014 lalu. 

"Tadi (Muhammad) diperiksa sebagai saksi selama 2 jam. Jam 9.00 WIB hingga jam 11.00 WIB," ungkap Sunarto melalui pesan singkat aplikasi perpesanan WhatsApp, Kamis sore.

Lebih lanjut dia mengatakan jika perkara ini belum terdapat tersangka yang diduga sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam perkara ini. "Tersangka masih lidik (penyelidikan, red)," sebut mantan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) itu.

Terang ada keganjilan pada statemen Sunarto tersebut. Padahal dalam perkara ini telah ada 5 SPDP yang diterima Kejaksaan dari penyidik Polda Riau. Empat SPDP di antaranya terdapat nama tersangka, yaitu Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Lalu, Syafrizal Taher dan Haris Anggara, masing-masing merupakan sebagai konsultan pengawas dan kontraktor proyek. Sementara satu SPDP lagi, penyidik masih merahasiakan nama tersangka.

Dikonfirmasi hal ini, Sunarto memberikan alasannya. "Seperti itu tadi penyampaian penyidik (bahwa tersangka masih lidik)," pungkas Sunarto.

Muhammad sendiri diketahui untuk kesekian kalinya, menjalani pemeriksaan dalam perkara ini. Seperti sebelumnya, dalam perkara itu Muhammad masih berstatus sebagai saksi.

Dugaan korupsi ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Dalam laporan LSM itu, Muhammad, yang saat itu menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.






Tulis Komentar