Rizki Junianda Putra Selaku Kuasa Hukum Menyampaikan Keberatan Atas Penetapan dan Penahanan Terhadap Kliennya

KILASRIAU.com - Kuasa Hukum tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktif 2019 dilingkungan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Rizki Junianda Putra, S.H.,M.H dan Bangun Sinaga, S.H.,M.H menyampaikan keberatan atas penetapan dan penahanan kliennya, H alias K.

Adapun Landasan dan alasan pemohon mengajukan permohonan praperadilan antara lain yang dikutip dari surat permohonan antara lain:

1. Bahwa Pemohon adalah sebagai tersangka sehubungan dengan adanya tuduhan / sangkaan telah terjadinya dugaan tindak pidana Korupsi sebagaimana dimaksud oleh ketentuan ex. Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

2. Bahwa berdasarkan surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : B-461/L.4.18/Fd.1/03/2021 Tanggal 10 Maret 2021 atas nama Tersangka Hendra AP., M.Si (Pemohon) yang telah diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi, selanjutnya merujuk kepada ketentuan Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

3. Bahwa merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP yang mendefinisikan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya, maka penetapan tersangka merupakan hasil dari rangkaian pelaksanaan penyidikan yang didapat dari kumpulan bukti-bukti, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang mendefinisikan Tersangka adalah “seorang yang karena perbuatanya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”.

Bahwa tindakan termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana Korupsi sebagaimana dimaksud oleh ketentuan ex. Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi adalah tidak tepat dikarenakan pada Pasal 184 KUHAP penetapan tersangka terhadap Pemohon harus didasarkan kepada adanya minimal 2 (dua) alat bukti dan alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP, namun dalam fakta dalam pada tahap penyidikan termohon hanya mengambil keterangan saksi-saksi saja, dan tidak menjadikan bukti hasil Audit atau pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia BPK RI) Perwakilan Riau dalam 2 (dua) alat bukti tersebut, dan termohon tidak dapat membuktikan kerugian negara yang dimaksud karena tidak memiliki hasil pemeriksaan yang nyata/valid seperti hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Riau;

4. Bahwa terkait bukti permulaan yang menjadi dasar bagi penyidik untuk menetapkan tersangka dalam tahap penyidikan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015 juga telah memberikan amar putusan bahwa frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP, artinya bukti yang cukup harus ditafsirkan.

5. Bahwa Pasal 184 (1) KUHAP telah mengatur mengenai alat bukti yang sah secara tegas dan limitatif yaitu alat bukti keterangan saksi, alat bukti keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk dan alat bukti keterangan terdakwa, untuk itu pemohon akan mengkaji terkait perbuatan pemohon yang dicantumkan oleh Termohon dikaitkan dengan alat bukti keterangan saksi-saksi, bahwa telah terjadi pengembalian sebesar kurang lebih 94 orang juga telah melakukan pengembalian uang kurang lebih sebesar Rp493.000.000 (empat ratus sembilan puluh tiga juta rupiah ) kepada Termohon, uang yang dikembalikan para saksi-saksi merupakan uang pribadi informasi dari anggota Pemohon, bahwa dimana telah melakukan pengembalian dan tidak adanya kerugian Negara lagi, sehingga Termohon tidak tepat menetapkan Pemohon sebagai tersangka karena minimal 2 (dua) alat bukti dan alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP tidak
terpenuhi.

6. Bahwa selanjutnya dalam pemeriksaan kerugian Negara yang disangkakan oleh Termohon tidak jelas mengenai alat buktinya, karena Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Riau memiliki peran penting dalam hal melakukan pemeriksaan anggaran perjalanan dinas Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuantan Singingi tahun anggaran 2019 dan ketika melakukan pemeriksaan anggaran BPKAD Kabupaten Kuantan Singingi tahun anggaran 2019 tidak menemukan temuan-temuan yang mengakibatkan adanya kerugian Negara.

7. Bahwa menurut pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara.

8. Bahwa dalam Pasal 23 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

Selanjutnya mohon apa yang disampaikan tadi hendaklah kiranya yang Terhormat Hakim Praperadilan yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : B-461/L.4.18/Fd.1/03/2021 Tanggal 10 Maret 2021 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : Print-04/L.4.18/Fd.1/02/2021, tanggal 03 Februari 2021, atas nama Tersangka HENDRA AP, MSi (Pemohon) yang diterbitkan oleh Termohon TIDAK SAH / CACAT HUKUM DENGAN SEGALA AKIBAT HUKUM
YANG DITIMBULKANNYA.

3. Menyatakan proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap pemohon adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, karena bertentangan dengan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 1 Angka 14 jo. Pasal 183 jo. Pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 185 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, tertanggal 28 April 2015 KUHAP.

4. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : Print-04/L.4.18/Fd.1/02/2021, tanggal 03 Februari 2021 yang telah diterbitkan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

5. Menyatakan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi Nomor : PRINT-06/L.4.18/Ft.1/03/2021, tanggal 25 Maret 2021, atas nama Tersangka HENDRA AP, MSi (Pemohon) yang telah diterbitkan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

6. Mengembalikan harkat dan martabat Pemohon dalam kedudukannya semula.

7. Menghukum termohon untuk membayar seluruh biaya yang ditimbulkan dalam perkara ini.

Di akhir sidang, hakim mengetuk palu bahwasanya sidang akan dilanjutkan besok pukul 16.00 WIB untuk mendengarkan tanggapan dari termohon Kepala Kejaksaan Negeri (kajari) Taluk Kuantan.***(ald)






Tulis Komentar