Proyek MCK Dana Desa di Muara Tobek Disorot, Anggaran Hampir Rp100 Juta untuk Bangunan Mini

KUANSING (KilasRiau.com) - Proyek pembangunan MCK di Desa Muara Tobek, Kecamatan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, menuai sorotan publik. Bangunan berukuran kecil yang berdiri di area TK Muara Kasih itu menelan anggaran hingga Rp 99.590.500 dari Dana Desa Tahun Anggaran 2025.

Selain MCK, di lokasi yang sama juga dikerjakan proyek sumur bor sedalam 70 meter dengan nilai Rp 39.336.000, sehingga total dana yang terserap untuk dua kegiatan tersebut nyaris mencapai Rp 140 juta.
Pantauan kilasriau.com di lapangan, papan proyek mencantumkan kegiatan berada di bawah bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa. Ketua TPK tercatat Mahilis Maliza, dengan Sudirman dan Darlis masing-masing sebagai sekretaris. Masa pelaksanaan proyek MCK disebut 60 hari kalender.
Warga menilai, nilai anggaran hampir Rp 100 juta tidak sebanding dengan ukuran bangunan yang hanya 4x3 meter sebagaimana tertulis di papan proyek.
“Bangunannya kecil, kalau biayanya sampai segitu, kami wajar bertanya. Kami ingin tahu rincian penggunaan dananya,” ujar seorang warga, Rabu (15/10).
Beberapa warga juga menyebut tidak pernah menerima penjelasan rinci mengenai Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek tersebut. Padahal, prinsip penggunaan Dana Desa menuntut adanya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
Kepala Desa Muara Tobek, Hariantoni, saat dikonfirmasi kilasriau.com membenarkan adanya proyek MCK dan sumur bor tersebut. Ia menyebut pengerjaan sudah rampung sejak tahap kedua pada Agustus 2025.
“Sudah selesai pengerjaan. Pengerjaan sekitar 90 hari kerja, tahap duanya bulan Agustus,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya mengenai besaran anggaran dan ukuran bangunan, Hariantoni memberikan keterangan berbeda dari data di papan proyek.
“Iya, benar (anggaran Rp 99.590.500), dengan ukuran bangunan 4x6,” katanya.
Padahal, dalam papan proyek tertulis ukuran 4x3 meter. Saat dikonfirmasi ulang mengenai perbedaan data tersebut, Hariantoni mengatakan belum ingat pasti.
“Lupa saya, nanti saya lihat. Sekarang saya lagi di kebun, pulang sore,” ujarnya singkat.
Hariantoni menambahkan bahwa nilai anggaran proyek memang sudah termasuk beberapa komponen lain.
“Dananya memang segitu, itu termasuk dengan pajak, operasional TPK, dan kilometer PLN,” ungkapnya.
Keterangan kepala desa yang berubah-ubah membuat masyarakat semakin mempertanyakan kejelasan penggunaan Dana Desa. Publik menilai proyek tersebut patut diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Kuantan Singingi.
“Kalau ukuran bangunan dan nilai anggarannya saja tidak pasti, bagaimana masyarakat bisa percaya? Ini harus diperiksa agar tidak terjadi pemborosan,” tegas seorang warga.
Analisis lapangan menunjukkan, biaya pembangunan MCK berukuran 4x3 meter dengan material standar di wilayah Kuansing umumnya hanya berkisar Rp 45–60 juta, termasuk upah kerja. Dengan demikian, terdapat selisih sekitar Rp 30 juta lebih dibanding nilai proyek di Muara Tobek.
“Pajak dan operasional memang wajib, tapi porsinya kecil. Kalau totalnya sampai seratus juta, publik berhak tahu rinciannya,” tambahnya.
Masyarakat berharap agar pemerintah kabupaten, melalui Inspektorat Daerah dan aparat pengawas lainnya, turun langsung ke lokasi untuk memeriksa kesesuaian antara nilai anggaran dan kondisi fisik bangunan.
“Kami tidak menuduh siapa pun. Kami hanya ingin tahu penggunaan uang desa secara terbuka. Kalau benar sesuai aturan, tentu kami dukung. Tapi kalau tidak, harus dijelaskan,” ujar salah seorang warga.

Sementara papan proyek di lokasi memuat slogan, “Pengawasan seluruh masyarakat desa — Kami peduli mutu.”
Namun bagi warga, pengawasan baru berarti jika diiringi dengan keterbukaan data dan tanggung jawab penuh atas penggunaan dana publik.*(ald)
Tulis Komentar