Indragiri Hilir dan "Bukit Sampah": Ironi Pengelolaan Lingkungan yang Terabaikan

KILASRIAU.com - Kabupaten Indragiri Hilir, yang dikenal sebagai Negeri Seribu Parit, menghadapi permasalahan lingkungan yang semakin pelik. Salah satu persoalan yang mencolok adalah keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perubahan drastis.
Dari sekadar tempat pembuangan sampah, kini menjelma menjadi "bukit buatan" yang ironisnya bukan hasil karya manusia untuk estetika, melainkan akumulasi limbah yang dibiarkan menumpuk.
Pada tahun 2015, saat pertama kali mengunjungi TPA di daerah ini, kondisinya masih datar, dengan beberapa pemulung yang menjadikan tempat itu sebagai sumber penghidupan. Namun, ketika kembali ke lokasi yang sama di awal tahun 2025, pemandangan yang tersaji sungguh mengejutkan. Tidak ada lagi pemulung yang beraktivitas di sana, dan yang lebih mengejutkan, gunungan sampah kini menyerupai bukit besar. Apakah ini bentuk perkembangan? Ataukah ini adalah bukti nyata bahwa pengelolaan lingkungan di Indragiri Hilir berjalan tanpa arah yang jelas?
- BDPN Tegaskan Pemprov Riau Harus Memperhatikan Suara Masyarakat Adat Pulau Burung
- Polsek Tempuling dan Koramil 03 Gelar Patroli Bersama Masyarakat Menjaga Negeri
- Bhabinkamtibmas Kuala Sebatu Dorong Generasi Z Peduli Lingkungan Lewat Program Green Policing
- Kapolsek Pelangiran Hadiri Penanaman Jagung di Desa Teluk Bunian
- Blue Carbon Inhil Alarm Keadilan bagi Daerah
Banjir yang Tak Kunjung Surut, Sampah yang Tak Kunjung Terurai
Indragiri Hilir juga memiliki permasalahan klasik lainnya: banjir yang tak kunjung surut saat musim hujan tiba. Air yang menggenang lambat untuk surut, menyebabkan masyarakat terisolasi dan aktivitas sehari-hari terganggu. Apakah ini hanya karena faktor alam semata? Ataukah ada kesalahan manusia dalam mengelola tata kota dan lingkungan?
Fenomena ini seakan menjadi rutinitas tahunan yang diterima begitu saja, tanpa ada upaya serius untuk mengatasinya. Pemerintah daerah dan masyarakat tampaknya masih kurang sadar akan hubungan erat antara sampah dan sistem drainase yang buruk. Jika sampah terus dibiarkan menumpuk, bukan tidak mungkin wilayah ini akan semakin rentan terhadap bencana banjir yang lebih parah.
Ke Mana Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah?
Seharusnya, permasalahan ini menjadi perhatian utama pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Namun, sejauh ini, langkah konkret untuk mengatasi masalah tersebut masih terasa kurang. Sampah hanya dikumpulkan dan dibuang ke satu titik tanpa adanya upaya pengelolaan yang lebih efektif. Padahal, ada banyak metode yang bisa diterapkan, seperti konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle), pengolahan sampah menjadi energi, atau bahkan program edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilah sampah sejak dari rumah.
Bagaimana nasib TPA ini dalam sepuluh atau dua puluh tahun ke depan jika tidak ada perubahan? Apakah Indragiri Hilir akan dikenal bukan hanya sebagai Negeri Seribu Parit, tetapi juga Negeri Bukit Sampah?
Saatnya Berubah, Sebelum Terlambat
Lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Namun, pemerintah daerah harus menjadi lokomotif dalam memberikan edukasi dan kebijakan yang tegas mengenai pengelolaan sampah. Jangan biarkan sampah menjadi warisan yang akan membebani generasi mendatang.
Mengelola sampah bukan hanya soal membuangnya ke tempat yang jauh dari pemukiman, tetapi tentang bagaimana mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang limbah yang dihasilkan. Dengan kesadaran bersama, Indragiri Hilir masih memiliki kesempatan untuk berbenah dan membangun lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan nyaman bagi warganya.
Jika tidak, maka siap-siaplah menyambut "wisata bukit sampah" sebagai ikon baru dari daerah ini.**
Tulis Komentar