Ke Mana Arah Keahlian Penyakit Dalam (Internis) Kedokteran Indonesia?
KILASRIAU.com - Kegelisahan tengah melanda banyak dokter spesialis Penyakit Dalam (internis) di Indonesia. Arah keberlanjutan peran dan fungsi profesi ini, yang berada di bawah naungan Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), kini menjadi sorotan.
Secara jujur, kita harus mengakui bahwa PAPDI sebagai satu-satunya organisasi kolegium internis di Indonesia tampaknya tertinggal dibandingkan spesialisasi lain. Pertanyaannya: mengapa hal ini terjadi?
Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan peradaban manusia, hampir semua bidang keilmuan kedokteran berlomba-lomba untuk berkembang, menyesuaikan diri dengan perubahan dunia medis yang begitu cepat. Sayangnya, perkembangan ini belum sepenuhnya menyentuh bidang Penyakit Dalam di Indonesia. Hal ini tercermin dari lambatnya pertumbuhan jumlah dokter subspesialis di bidang ini, terutama jika dibandingkan dengan spesialisasi seperti Kardiologi atau Neurologi.
- Pemuda Generasi Emas Desak Kejagung Periksa Direktur RSUD Arifin Achmad Terkait Dugaan Korupsi
- Sering Telantarkan Pasien, Anggota DPRD Pekanbaru Minta Pj Walikota Copot Plt Direktur RSD Madani
- Bangun Semangat Kebersamaan, Danlanud RSA Natuna Laksanakan Jalan Sehat Bersama Personel
- Pj.Bupati Hadiri Rangkaian Hut Kopri ke 53, dan Hut PGRI 79 Serta Hari Guru Nasional
- Jaga Kebugaran Tubuh, Pj.Bupati Erisman Ikut Senam Pagi
Penyebab Ketertinggalan
Beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan perkembangan keilmuan Penyakit Dalam di Indonesia meliputi:
1. Dominasi Senioritas
Beberapa senior internis cenderung merasa paling benar karena pengalaman dan kewenangan yang mereka miliki. Hal ini membuat mereka sulit beradaptasi dengan perubahan dan enggan mengadopsi kemajuan dunia medis.
2. Egoisme dalam Kualitas
Argumen untuk mempertahankan kualitas tinggi dalam menghasilkan subspesialis sering kali menjadi belenggu bagi kolega internis lainnya. Di balik alasan ini, sebenarnya terselip keinginan untuk mempertahankan monopoli keilmuan demi kepentingan materi.
3. Kesenjangan Kebutuhan dan Ketersediaan
Tingginya kebutuhan masyarakat akan dokter subspesialis Penyakit Dalam tidak diimbangi dengan pertumbuhan jumlah dokter yang memadai. Padahal, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkomitmen agar setiap kabupaten/kota memiliki konsultan Penyakit Dalam, seperti Ginjal Hipertensi, Endokrin, atau Hemato Onkologi Medik. Namun, cita-cita ini belum terwujud.
4. Kurangnya Respons Organisasi
PAPDI sebagai organisasi profesi tampak belum merespons tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu internis. Akibatnya, rasio antara jumlah pasien dan dokter subspesialis menjadi tidak seimbang.
Solusi untuk Kemajuan
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:
1. Mandat Pemerintah
Pemerintah harus memberikan mandat tegas kepada PAPDI untuk membuka akses seluas-luasnya bagi dokter spesialis Penyakit Dalam yang ingin melanjutkan pendidikan subspesialis. Langkah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dokter subspesialis di seluruh rumah sakit tingkat kabupaten/kota di Indonesia.
2. Reformasi Organisasi
PAPDI harus mereformasi diri dengan berorientasi pada program pemerintah, khususnya Asta Cita keempat, yang menekankan pembangunan sumber daya manusia di bidang kesehatan.
Sebagaimana kata bijak: "Perubahan adalah satu-satunya hal yang pasti. Tumbuh berarti berubah, dan takut berubah berarti takut pada kehidupan." Dengan keberanian untuk berubah, diharapkan keilmuan Penyakit Dalam dapat kembali maju dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Semoga tulisan ini bermanfaat. ***
Tulis Komentar