Bareskrim Mengungkap Perdagangan Online Ratusan Satwa Dilindungi

Foto: Bareskrim menggelar konferensi pers pengungkapan perdagangan satwa dilindungi.

KILASRIAU.com - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap perdagangan ratusan satwa dilindungi. Satwa-satwa itu diperdagangkan melalui online seperti Facebook dan aplikasi WhatsApp.

Kasubdit I Tipidter Bareskrim Polri Kombes Adi Karya mengatakan pengungkapan ini berdasarkan 9 laporan polisi. Total ada 11 tersangka diamankan di berbagai tempat di Indonesia seperti Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan wilayah Indonesia Timur sejak Januari 2019.

"Dengan tersangka 12 orang, 1 orang DPO (daftar pencarian orang). Ini semua yang kita sampaikan," kata Adi dalam konferensi pers di ruang rapat Dittipidter Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019). 

Setelah ada kesepakatan harga, uang pembelian akan ditransfer ke satu rekening. Pemilik rekening lalu menginformasikan bahwa dana sudah masuk. Setelah itu baru barang dikirim lewat kurir.
Dalam kasus ini, tim menyita 42 burung dilindungi di Jawa dan 40 di Sumatera. Sementara di Indonesia Timur ada 111 burung yang disita. Burung-burung yang disita itu seperti Kakatua, Nuri, Kasturi, merak, dan lainnya.

"Sebagian sudah kami kembalikan ke habitatnya," ujarnya.

Selain itu, ada juga 10 primata. Rinciannya, seekor di Jawa dan 9 di Kalimantan.

"Reptil ada 1, mamalia ada 3. Lalu untuk bagian-bagian satwa, baik hidup atau mati, ada 18 rangkong (julang Sulawesi), lalu 47 bagian satwa dan ada 13 cenderawasih," ucapnya.

Adi menerangkan pelaku melakukan modus transaksi online dalam aksinya, Perdagangan satwa secara online ini sudah semakin merata di seluruh wilayah Indonesia.

"Antara broker dengan pembeli itu menggunakan modus yang baru, mereka tidak langsung bertemu antara penjual dan pembeli, tetapi mereka menggunakan media lain untuk bertransaksi. Yaang digunakan adalah satu rekening yang digunakan secara bersama-sama. Mereka saling mengkonfirmasi antara pembeli dan penjual," ujar Adi.


"Inilah perkembangan modus operandi yang dilakukan untuk menghindari diketahui oleh para penyidik dan petugas lainnya. Tapi kita selalu bisa mendeteksi mereka," tuturnya.

Para tersangka disangka melanggar Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka terancam hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 100 juta.






Tulis Komentar