Ketika Nikmat Terlihat Kecil, Syukur Membuatnya Besar

Foto: Ronaldo R (doc. Kilasriau.com)

KilasRiau.com - Syukur merupakan salah satu kunci utama bagi seorang hamba dalam meraih ketenangan hidup dan keberkahan dari Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan:

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7).

Ayat ini mengandung pesan mendalam bahwa syukur tidak hanya berdampak pada ketenteraman batin, tetapi juga menjadi jalan bagi bertambahnya nikmat.

Namun, realitas kehidupan sering menunjukkan bahwa manusia lebih mudah melihat apa yang belum dimiliki dibandingkan mensyukuri apa yang sudah ada. Kesibukan mengejar duniawi sering membuat hati lalai, hingga nikmat yang besar terasa seakan kecil. Padahal, sehat, kesempatan hidup, keluarga, dan rezeki, sekecil apapun, adalah karunia yang sangat bernilai.

Bersyukur tidak cukup hanya dengan ucapan “Alhamdulillah”. Ia perlu diwujudkan dalam sikap menerima dengan ikhlas, menjaga nikmat yang telah ada, serta menggunakan setiap karunia untuk kebaikan. Inilah bentuk syukur sejati yang akan mengantarkan seorang hamba semakin dekat kepada Tuhannya.

Rasulullah SAW telah memberi teladan nyata dalam hal ini. Dalam riwayat Aisyah r.a., meski beliau diampuni dosa-dosanya, Rasulullah tetap rajin shalat malam hingga kakinya bengkak. Ketika ditanya alasannya, beliau menjawab:

Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari-Muslim).

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu (dalam hal dunia), dan jangan melihat kepada orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah atasmu.” (HR. Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa cara terbaik menjaga hati agar selalu bersyukur adalah dengan melihat kondisi orang yang lebih sulit, bukan membandingkan diri dengan yang lebih beruntung secara materi.

Diceritakan seorang petani di pedesaan hidup dengan penghasilan sederhana. Setiap hari ia bekerja di sawah, lalu makan bersama keluarga dengan lauk seadanya. Suatu ketika, seorang tamu dari kota bertanya, “Apakah Bapak tidak bosan dengan makanan sederhana ini? Bukankah hasil tani Bapak tidak seberapa?”

Dengan senyum tenang, sang petani menjawab, “Alhamdulillah, saya masih bisa makan, keluarga saya sehat, dan anak-anak bisa sekolah. Apa lagi yang harus saya keluhkan? Jika saya hanya mengeluh, saya khawatir nikmat ini akan Allah cabut.”

Jawaban sederhana itu menyiratkan hikmah mendalam. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh banyaknya harta, melainkan oleh kemampuan hati dalam mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan.

Syukur bukan berarti berhenti berusaha. Seorang Muslim tetap dituntut untuk bekerja keras, berikhtiar, dan berdoa. Namun, apapun hasil dari usaha tersebut harus diterima dengan penuh kerelaan hati. Di situlah letak keindahan syukur.

Mari kita jadikan rasa syukur sebagai nafas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan syukur, nikmat yang sedikit akan terasa cukup, dan yang cukup akan menjadi berlimpah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Barang siapa di antara kalian bangun di pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia telah diberikan kepadanya.” (HR. Tirmidzi).

Semoga Allah SWT meridhoi setiap langkah kita, menjadikan kita hamba-hamba yang pandai bersyukur, serta menuntun kita menuju keberkahan dunia dan akhirat.*(ald) 






Tulis Komentar