Relasi Islam dan Ekologi: Refleksi Perjuangan HMI dalam Menjaga Lingkungan

KILASRIAU.com – Isu lingkungan hidup menjadi perhatian serius baik secara global maupun lokal. Dalam konteks tersebut, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tembilahan menegaskan komitmennya untuk mengambil peran aktif dalam menjaga ekologi sebagai bagian dari nilai perjuangan organisasi dan ajaran Islam.

Kesadaran global terhadap pentingnya lingkungan hidup bermula dari Konferensi Stockholm pada 5–16 Juni 1972, yang melahirkan United Nations Environment Programme (UNEP) serta Deklarasi Stockholm. Sejak itu, 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia, sebagai momentum untuk mendorong kesadaran dan aksi kolektif dalam perlindungan bumi.

Dalam perspektif Islam, menjaga lingkungan merupakan bagian dari ajaran yang fundamental. Islam menegaskan bahwa manusia adalah khalifah (pemimpin) di muka bumi dan memiliki tanggung jawab menjaga alam. Sebagaimana dalam QS. Al-A'raf ayat 56: "Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya..."

Selain itu, konsep Hima—yang diterapkan Nabi Muhammad SAW sebagai kawasan lindung seperti suaka margasatwa—menjadi bukti nyata bahwa ajaran Islam sejak awal telah memiliki sistem perlindungan lingkungan. Bahkan, lembaga internasional seperti FAO mengakui Hima sebagai contoh pengelolaan konservasi tertua yang masih relevan hingga kini.

Krisis Ekologi Global dan Lokal

Saat ini, dunia menghadapi krisis ekologis serius: perubahan iklim, polusi plastik, deforestasi, dan kerusakan ekosistem laut. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mencatat suhu bumi meningkat lebih dari 1,1°C di atas tingkat pra-industri, yang berdampak pada krisis pangan, air, dan kesehatan.

Indonesia, termasuk Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), tidak luput dari krisis ini. Inhil yang dikenal dengan potensi perkebunan kelapa menghadapi tantangan abrasi pantai, deforestasi mangrove, dan kerusakan lahan gambut. Di Desa Kuala Selat, Kecamatan Kateman, sekitar 2.000 hektare kebun kelapa rusak berat akibat abrasi dan kehilangan fungsi hutan mangrove. Sebanyak 144 keluarga petani kehilangan mata pencaharian, bahkan sebagian terpaksa meninggalkan desa.

Selain itu, konversi lahan gambut untuk perkebunan sawit, minimnya pengelolaan sampah, serta rendahnya kesadaran masyarakat memperparah degradasi lingkungan di daerah ini.

Peran Strategis HMI

Dalam Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI, menjaga lingkungan adalah bentuk tanggung jawab keislaman dan kemanusiaan. HMI, sebagai organisasi kader dan perjuangan, memiliki posisi strategis untuk merespons tantangan ekologis.

HMI Cabang Tembilahan menggarisbawahi tiga bentuk peran utama yang dapat diambil dalam isu lingkungan:

1. Edukasi

Memasukkan literasi lingkungan ke dalam proses kaderisasi serta menggalakkan kampanye ekologi berbasis komunitas.

 

2. Advokasi

Mengawal kebijakan publik yang mendukung keberlanjutan lingkungan, termasuk mendorong lahirnya peraturan daerah terkait pengelolaan hutan mangrove dan penanggulangan sampah.

 

3. Aksi Langsung

Menginisiasi kegiatan konkret seperti penanaman pohon, bersih lingkungan, serta pemulihan lahan kritis di wilayah pesisir.

 

“Sebagai generasi muda Islam, kader HMI harus berdiri di garda terdepan dalam menyuarakan dan melaksanakan aksi nyata untuk menyelamatkan lingkungan. Ini bukan hanya panggilan moral, tapi juga perintah agama dan bentuk nyata pengabdian kepada umat,” ungkap Muhammad Yusuf Ketua Umum HMI Cabang Tembilahan.

Dengan semangat Yakin Usaha Sampai, HMI Cabang Tembilahan menyerukan seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mengambil bagian dalam upaya penyelamatan lingkungan. Sebab menjaga bumi adalah bagian dari menyelamatkan masa depan umat manusia.

 






Tulis Komentar