Konflik Lahan Hanya di Tangani Pusat, Scale Up Dorong Daerah Berikan Andil

KILASRIAU.com - LSM Lingkungan Scale Up mencatat bahwa konflik lahan masih cukup banyak terjadi di Riau. Berdasarkan catatan mereka, ada 185 konflik lahan yang terjadi di Riau sejak tahun 2016 hingga 2018.

Direktur Scale Up, Rawa El Amady, mengatakan bahwa dari seluruh kasus konflik tersebut, ada 122 kasus yang sudah ditangani. Sementara sebanyak 63 kasus masih belum ditangani. 

"Dari kasus yang sudah ditangani tersebut, seluruhnya ditangani oleh Pusat langsung," ujarnya pada Jumat (1/2/2019).

Rawa mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan Pusat terhadap konflik di daerah dianggap tidak efisien. Hal ini juga menunjukkan lemahnya kapasitas dan kreatifitas pemda dalam menangani konflik lahan di daerah. Namun Scale Up membenarkan keterbatasan otoritas Pemda ikut memberikan andil dalam kondisi ini.

"Ada dua indikator yang kita pakai dalam menilai penyelesaian konflik di daerah. Yakni Pemda kurang peduli dan apa yang dilakukannya tidak terekspos dengan baik," jelas Rawa.

Oleh sebab itu, Scale Up mendesak Pusat untuk menyusun regulasi agar dibentuk unit penyelesaian konflik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 
"Unit ini nantinya akan terdiri dari berbagai stakeholder dan diselenggarakan secara akuntabel dan transparan," papar Rawa pada Sabtu (2/1/2019).

"Scale Up sendiri saat ini sudah menangani berbagai konflik dengan jalur alternatif di luar jalur hukum. Kita juga berkoordinasi dengan Apkasindo untuk konflik yang khusus di perkebunan sawit," tambah Rawa.

Untuk jumlah konflik sendiri, selama tiga tahun terakhir jumlah konflik lahan di Riau mengalami penurun. Konflik terbanyak terjadi di Pelalawan dengan 40 kasus, disusul dengan Siak sebanyak 32 kasus. 

Sedangkan luas lahan yang berkonflik, terbanyak ada di Bengkalis (83.121 ha), disusul dengan Siak (70,320) dan Pelalawan (52,091).

Dari data konflik tersebut Scale Up merekomendasikan agar dibentuk unit resolusi konflik yang langsung dipimpin oleh kepala daerah. Unit ini bersifat multistakeholder sehingga penanganan konflik lebih holistik.






Tulis Komentar