Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana

Andi Sagita, S.H.

KILASRIAU.com - Makna  dan  hakikat  pembaharuan  hukum  pidana  berkaitan  erat  dengan  latar belakang  dan  urgensi  diadakannya  pembaharuan  hukum  pidana  itu  sendiri.  Latar belakang  dan  urgensi  diadakannya  pembaharuan  hukum  pidana  dapat  ditinjau  dari aspeksosio-politik,  sosio-filosofik,  sosio-kultural  atau  dari  berbagai  aspek  kebijakan (khususnya  kebijakan  sosial,  kebijakan  kriminal  dan  kebijakan  penegakan  hukum).

Artinya, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya harus merupakan perwujudan dari perubahan dan pembaharuan terhadap berbagai aspek dan kebijakan yg melatar belakanginya.  Dengan  demikian,  pembaharuan  hukum  pidana  pada  hakikatnya mengandung makna, suatu upaya melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yg sesuai dengan nilai-nilai sosiopolitik, sosio-filosofi, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia  yg  melandasi  kebijakan  sosial,  kebijakan  kriminal  dan  kebijakan penegakan hukum di Indonesia.

Makna dan hakikat dari pembaharuan hukum pidana dapat ditempuh dengan dua cara sebagai berikut :

Dilihat dari sudut pendekatan kebijakan:

Sebagai  bagian  dari  kebijakan  sosial,  pembaharuan  hukum  pidana  pada hakikatnya  merupakan  bagian  dari  upaya  untuk  mengata si  masalah- masalah  sosial  dalam  rangka  mencapai/menunjang  tujuan  nasional  (kesejahteraan masyarakat).

Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya  merupaka  bagian  dari  upaya  perlindungan  masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

Sebagai  bagian  dari  kebijakan  penegakan  hukum,  pembaharuan  hukum pidana  pada  hakikatnya  merupakan  bagian  dari  upaya  memperbaharui substansi hukum dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.

Dilihat  dari  sudut  pendekatan  nilai  :  Pembaharuan  hukum  pidana  pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya melakukan peninjauan dan penilaian kembali  nilainilai  sosio-politik,  sosio-filosofi  dan  sosio-kultural  yang melandasi  dan  memberi  isi  terhadap  muatan  normatif  &  substantif  hukum pidana yang dicita-citakan.

Pembaharuan  hukum  pidana  sudah  menjadi  kebutuhan  yang  mendesak  untuk adanya perubahan mendasar dala rangka mencapai tujuan dari pidana yang lebih baik dan  manusiawi.  Kebutuhan  tersebut  sejalan  dengan  keinginan  kuat  untuk  dapat mewujudkan  suatu  penegakan  hukum  (law  enforcement) yang  lebih  adil  terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum pidana di era reformasi ini. Suatu era yang sangat membutuhkan  adanya  keterbukaan,  demokrasi,  perlindungan  HAM,  penegakan hukum  dan  keadilan/kebenaran  pada  segenap  aspek  dari  kehidupan  bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pada era reformasi ini, ada 3 faktor tatanan hukum pidana yang sangat mendesak dan  harus  segera  diperbarui. Pertama,  hukum  pidana  positif  untuk  mengatur  aspek kehidupan  masyarakat  sudah  tidak  sesuai  lagi  dengan  perkembangan  zaman.

Sebagian  tatanan  hukum  pidana  positif  merupakan  produk  hukum  peninggalan kolonial seperti KUHP, dimana ketentuan di dalam KUHP kurang memiliki relevansi sosial  dengan  kondisi  yang  diaturnya.  

Kedua,  sebagian  ketentuan  hukum  pidana positif  tidak  sejalan  lagi  dengan  semangat  reformasi  yang  menjunjung  tinggi  nilai- nilai  kebebasan,  keadilan,  kemandirian,  HAM,  dan  demokrasi.  Ketiga,  penerapan ketentuan  hukum  pidana  positif  menimbulkan  ketidak  adilan  terhadap  rakyat, khususnya para aktivis politik, HAM, dan kehidupan demokrasi di negeri ini.41 Menurut sudarto, sedikitnya ada tiga alsan mengapa perlu segera dilakukan suatu pembaharuan hukum pidana Indonesia, yaitu:

Alasan  politis,  indonesia  yang  memperoleh  kemerdekaan  sejak  tahun  1945 sudah  wajar  mempunyai  KUHP  ciptaan  bangsa  sendiri.  KUHP  dapat dipandang  juga  sebagai  lambang  dan  kebanggan  suatu  negara  yang  telah merdeka  dan  melepaskan  diri  dari  kungkungan  penjajahan  politik  bangsa asing.  Apabila  KUHP  suatu  negara  yang  dipaksakan  untuk  diberlakukan  di negara lain, maka dap[at dipandang dengan jelas sebagai lambang atau simbol dari penjajahan oleh negara yang membuat KUHP.

Alasan  sosiologis,  pengaturan  dalam  hukum  pidana  merupakan  pencerminan ideologi politik suatu bangsa dimana hukum itu berkembang. Ini berarti nilai sosial  dan  budaya  bangsa  itu  dapat  tempat  dalam  pengaturan  hukum  pidana. 

Ukuran  mengkriminalisasikan  suatu  perbuatan,  tergantung  dari  nilai  dan pandangan  kolektif  yang  terdapat  di  dalam  masyarakat  tentang  norma kesusilaan  dan  agama  sangat  berpengaruh  di  dalam  kerangka  pembentukan hukum, khususnya hukum pidana. 

Alasan  praktis.  Sehari-hari  untuk  pembaharuan  hukum  pidana  adalah  karena teks resmi KUHP adalah teks yang ditulis dalam bahasa Belanda. Teks yang tercantum  selama  ini  dalam  KUHP  disusun  oleh  Moeljatno,  R.  Soesilo,  R. Trisna,  dan  lain-lain  merupakan  terjemahan  belaka. 

Terjemahan  ―partikelir dan  bukan  pula  terjemahan  resmi  yang  disahkan  oleh  suatu  undang-undang. Apabila  kita  hendak  menerapkan  KUHP  itu  secara  tepat  orang  atau  rakyat Indonesia  harus  mengerti  bahasa  belanda.  

Kiranya  hal  ini  tidak  mungkin untuk  diharapkan  lagi  dari  bangsa  yang  sudah  merdeka  dan  mempunyai bahasa  nasionalnya  sendiri.  Dari  sudut  ini,  KUHP  yang  ada  sekarang,  jelas harus diganti dengan KUHP nasional.

Dalam  pembaharuan  hukum  pidana  di  Indonesia,  terlebih  dahulu  haruslah diketahui permasalahan pokok dalam hukum pidana. Hal tersebut demikian penting, karena  hukum  pidana  yang  berlaku  secara  nasional  sebagaimana  pendapat  Sudarto diata selain itu juga merupakan cerminan suatu masyarakat yang merefleksi nilai-nilai yang menjadi dasar masyarakat itu. Bila nilai-nilai itu berubah, maka hukum pidana juga haruslah berubah.

Menurut  Barda  Nawawi  Arief,  makna  dan  hakikat  dari  pembaharuan  hukum pidana sebagai berikut :

Sebagai  bagian  dari  kebijakan  sosial,  pembaharuan  hukum  pidana  pada hakekatnya  merupakan  bagian  dari  upaya  untuk  mengatasi  masalah-masalah sosial  (termasuk  masalah  kemanusiaan)  dalam  rangka  mencapai  atau menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat).

Sebagai  bagian  dari  kebijakan  nasional,  pembaharuan  hukum  pidana  pada hakikatnya  merupakan  bagian  dari  upaya  perlindungan  masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbarui substansi hukum (legal subtance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.

Pembaharuan hukum pidana Indonesia adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Problematika yang muncul terkait dengan usangnya KUHP secara internal  dan  berkembangnya  persoalan-persoalan  di  tengah-tengah  kehidupan masyarakat  secara  eksternal  menambah  dorongan  yang  kuat  dari  masyarakat  untuk menuntut  kepada  negara  agar  segera  merealisasikan  kodifikasi  hukum  pidana  yang bersifat  nasional  sebagai  hasil  jerih  payah  dan  pemikiran  bangsa  Indonesia  sendiri. Oleh karena itu, RUU KUHP yang sudah kesekian kalinya direvisi selayaknya segera dibahas oleh lembaga legislatif untuk disahkan.






Tulis Komentar