Asrul Muda, Seniman Teater Kuantan Singingi

KILASRIAU.Com - Tak banyak seniman asal Kuantan Singingi yang pernah berkiprah di Jakarta di era 1980-an s.d 1990-an.  Saking sedikitnya bisa dihitung dengan jari.  Sebut saja kakak beradik Otong Lenon, Fakhri Semekot, dan Marwan  (Benai),  Udin Semekot  (Kuantan Hilir), Anna Tairas,  Epi Martison, dan Said Mustafa Husein yang akrab disapa Buyung Timadjijah (Kuantan Tengah).  

Sementara Abral Nyanyah (Sentajo Raya) itu baru muncul saat audisi Akademi Pelawak TPI tahun 2005.

Asrul Muda, satu di antara seniman  asal Kuantan Singingi yang pernah menikmati “dunia persilatan”  kesenian di Jakarta era 1980-an.  Kendati tak pernah nongol di layar kaca, namun kiprahnya di dunia kesenian, khususnya teater cukup  diperhitungkan kala itu di kalangan pemain teater di ibukota negara tersebut.  

Selain jago acting, Asrul punya keahlian sebagai penata artistik. Padahal semua itu dipelajarinya secara otodidak. Dari panggung ibukota sampai ke pelosok desa serta pengalaman pribadi dan banyak belajar kepada senior dan yuniornya yang lebih duluan terjun ke dunia seni.

Pria yang akrab  dipanggil Buyung  ini lahir di Desa Koto Teluk Kuantan, Kecamatan Kuantan Tengah pada 20 Mai 1957 sebagai anak ke 4 dari 5 bersaudara pasangan Mudah dan Zainab. Saat ini ia tinggal di Koto Teluk, Kecamatan Kuantan Tengah.

Menurut Asrul, dalam mengeluti dunia kesenian, khususnya teater ia mengaku belajar dan berguru pada banyak orang. Ia melihat pementasan teater di ibukota. Sebut saja, teater Koma pimpinan WS Rendra, Teater Populer  Populer: Teguh Karya, Teater Mandiri:  Putu Wijaya, Teater Payung Hitam: Rachman Sabur, dan lainnya.

Di Ibu kota Jakarta, Asrul pernah bergabung dengan Sanggar Monas (1980-1982) yang diasuh Aditiwa. Sanggar ini sering tampil mengisi acara Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang rutin disiarkan TVRI kala itu. Sanggar tempatnya bernaung juga mengisi bersama sanggar ngetop lainnya di tanah air di acara PRJ yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya.

Sambil berkesenian, ia sempat juga berkerja sebagai desainer di percetakan  CV. Cemara Indah Jaya  yang berlokasi di Sarinah Jakarta (1981-1983).  “Dunia teater itu ibarat panggung sandiwara. Seringkali tidak ada job (pekerjaan) sehingga dirinya mencari pekerjaan tambahan. Saya bekerja sebagai desainer,” ujarnya.

Malang melintang  berkesenian di Ibukota, pada 2001 Asrul pulang ke Rengat, Indragiri Hulu (Inhu). Ia lalu  bergabung dengan Grup Teater Dewan Kesenian Inhu (DKI) yang dipimpin  Soegianto, seniman nyentrik serba bisa di bumi Gerbangsari waktu itu dengan ciri khas  rambut putih.

Menurut Asrul, Soegianto merupakan pelaku kesenian yang juga politikus. Sebelum ajal menjemput dirinya, ia sempat menjadi anggota DPRD Riau dari Partai Golkar daerah pemilihan  Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu.

Darah seni Soegianto mengalir pada anaknya Yopi Soegianto Bupati Inhu dua periode ( 2010-2015 dan 2015 – 2020). Yopi digantikan istrinya Rezita Meylani Yopi, S.E sebagai  Bupati Inhu  (2021- 2026)

Bersama Soegianto kata Asrul,  mereka sering latihan di gedung DKI  Rengat dibawah arahan Salimi Yusuf, Mayliswin, dan Nasri Mudah. Mereka juga pernah tampil di acara anjungan Riau di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)  Jakarta   pada acara pagelaran seni daerah gelora teater se-Riau 2002.

“Waktu itu kami menampilkan lakon berjudul “Tiang Gelanggang” dan “Penobatan Raja” yang disutradarai oleh Salimi Yusuf.  Saya sendiri bertindak sebagai penata artistik dan lighting,” jelasnya.

Kemudian 2003 mereka tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta dalam lakon bejudul "Suku Anak Dalam" yang menggemparkan dunia kesenian di Riau kala itu.
Kemudian 2006  meteka tampil lagi di TIM dengan lakon berjudul   “Meratap.”  Naskah ditulis Salimi Yusuf dan Mayliswin.  Sedangkan ia  bertindak sebagai penata artistik dan lighting.

Mereka juga pernah  menampilkan “Roh” karya Wisran Hadi tahun 2004 di Gedung Dewan Kesenian Riau (DKR) Balai Dang Merdu Pekanbaru. Waktu itu Asrul terpilih sebagai penata artistik terbaik. Dan, selama tiga tahun berturut-turut (2003-2005), ia berhasil mempertankan perdikat sebagai penata tari terbaik dalam lomba teater  yang dilaksanakan DKR di Balai Dang Merdu, Pekanbaru.

Di Riau sendiri Asrul mengaku “berguru”dan pernah sepanggung dengan seniman teater seperti: Idrus Tintin, Taufik Efendi Arya, Edi Ruslan Pe Amanriza, Syamsul Bahri Juddin, Dasri Al Mubari, Al Azhar, Edy Ahmad RM, Salimi, Mayliswin, dan seniman teater lainnya.

Asrul juga pernah mengikuti Festival Gendang Nusantara di Melaka (Malaysia) Mai 2003. Festival ini dilaksanakan  secara bergantian setiap tahunnya  di negara Asia rumpun Melayu: Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunai Darussalam,  Filipina, Thailand, dan Madagaskar.

Kemudian mereka juga pernah tampil di kota Kobe dan Osaka (Jepang) akhir Desember 2011. Mereka diundang Konsul Jenderal RI di Osaka Jepang. Kedatangan mereka  disambut dengan hangat oleh masyarakat Indonesia yang ada di daerah Kansai serta organisasi masyarakat Indonesia – Jepang yang peduli dengan kebudayaan Indonesia seperti Indonesia Japan Angklung Sociaty serta Kansai Asean

Waktu di Osaka dan Kobe mereka  menampilkan“Tari Rentak Bulian” dan “Tari Lukah Gile” atau “Lukah Menari.” Mereka berhasil menghipnotis penontonnya, baik masyarakat Indonesia yang ada di Jepang maupun warga Jepang.

Keberangkatan tim ke Jepang dipimpin oleh Sekda Inhu Drs. Raja Erisman M.Si dan Group Kesenian Kabupaten Inhu dibawah binaan DKI  yang diketuai oleh H Nasri Muda, S.Sos dibawah naungan Group Yopi Sugi Nugraha Prawira (YS Group).

Di Riau mereka sering tampil di Balai Dang Merdu dan  Anjung Seni Idrus Tintin berada di dalam Kompleks Bandar Seni Raja Ali Haji (Kompleks Bandar Serai) yang juga dikenal dengan nama Arena Purna MTQ. 

Mereka tampil dalam pagelaran daerah yang dilaksanakan oleh DKR.
Menurut Asrul, tokoh teater tanah air  idolanya adalah WS Rendra dan Idrus Tintin. Dan, sebagai pemain teater ia pernah bermimpi sepanggung dengan siburung merak julukan “WS Rendra.” Tapi mimpi itu tak kesampaian karena dirinya keburu pulang ke Rengat.

“Cinta mengalahkan segalanya. Sayang sekarang cintanya itu sudah berserak,” ujarnya tersenyum.

Asrul mengagumi  WS Rendra karena terkenal dengan karya-karya monumental yang menguncang jagat teater di Indoesia dan dunia.  

Menurut Asrul, Dr. (HC) Willibrordus Surendra Broto Rendra, S.S., M.A. (7 November 1935 – 6 Agustus 2009) atau dikenal sebagai W.S. Rendra adalah penyair, dramawan, pemeran, dan sutradara teater berkebangsaan Indonesia yang sangat fonomenal dan kontroversial.

Rendra kata Asrul adalah penulis puisi, skenario drama, cerpen, dan esai sastra di berbagai media massa. Pernah mengenyam pendidikan di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dan dari perguruan tinggi itu ia menerima gelar Doktor Honoris Causa. Penyair yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak" ini, pada tahun 1967 mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta.

Melalui Bengkel Teater itu, Rendra melahirkan banyak seniman antara lain Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi, dan lain-lain. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, Rendra  memindahkan Bengkel Teater ke Depok, Oktober 1985.  

Dengan seniman  Riau, Asrul menyebut dirinya pernah sepangggung dengan seniman Riau seperti Taufik Efendi Aria, dan Edi Ahmad RM tahun 2002  dalam lakon yang berjudul  “Putri Alun Buih. Mereka mentas di TIM DKI Jakarta.

Asrul menganggumi  Idrus Tintin karena seniman nyentrik ini sangat piawai dan menjiwai setiap peran yang dimainkannya.  Idrus Tintin yang namanya kini diabadikan sebagai nama  gedung kesenian di Pekanbaru adalah seniman besar asal Kuantan Singingi yang dikagumi banyak orang.
****
Dari pernikahannya dengan Maisuharti  asal Sei Beringin, Rengat  -  kini sudah berpisah,  Asrul punya dua  anak.  Si sulung: Instan Azura kini kuliah di Universitas Riau (Unri)   semester 7 di Fakultas Ilmu Sosial dan  Politik Jurusan  Hubungan Internasional.  Sibungsu Greco Tyas Teja alumni SMA 1 Rengat,   sejak Desember 2022 bekerja di sebuah perusahaan batubara di Provinsi Lampung  sebagai mandor lapangan.

“Nama Graco Tyas Teja memang agak lain dari nama  orang pada umumnya. Namanya saya ambil dari merk cat lukis,” ujarnya tersenyum.  

Untuk mengasah kembali bakat dan hobby  “berteater”  jangan hilang ditelan bumi, Asrul kini bergabung sanggar “Ongah Kreatif” di  Kampung Baru Sentajo, Kecamatan Sentajo Raya. Sanggar ini dibina oleh Abrar Nyanyah yang pernah meraih runner up pada Akademi Pelawak TPI (API) 2005.

Dalam usia tuanya, Asrul berkeinganan untuk mendidik generasi muda agar konsisten terus berkarya dalam karir apa saja. Termasuk dunia kesenian yang masih jarang digeluti generasi muda di Kuantan Singingi.

Teruskan karyamu Bang Asrul…..*)

Fb: Sahabat Jang Itam
Share; 21-01-2024






Tulis Komentar