KPK Gulirkan Wacana DPR Tak Digaji Jika UU Tak Rampung

Ilustrasi KPK (Foto: Agung Pambudhy-detikcom)

KILASRIAU.com - KPK menggulirkan wacana agar anggota DPR tidak digaji jika undang-undang tidak rampung. Wacana ini ditujukan untuk membentuk anggota DPR yang berintegritas.

Adalah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang pertama kali menggulirkan wacana ini. Dia mengatakan, jika UU tak selesai-selesai dibahas oleh DPR, maka para anggota DPR tak bisa digaji.

"Integritas sesuatu sebuah given di setiap orang, hari ini kita bicara seperti apa anggota DPR, wakil rakyat perform di DPR, integritas itu being honest," ujar Saut saat diskusi di Hotel Bidakara, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (4/12/2018).

"Jadi kalau ada Undang-undang disahkan DPR itu honest nggak sih? Orang yang nggak berintegritas itu nggak bisa digaji. Jadi, kalau DPR nggak selesai-selesai bahas UU, jangan digaji pak ketua," imbuhnya.

Wacana anggota DPR tak digaji jika UU tak tuntas ini disambut oleh Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet). Dia setuju asalkan ketentuan itu juga berlaku untuk pemerintah. Alasannya, pemerintah juga terlibat dalam pembuatan UU.
Sebenarnya, apa alasan KPK mewacanakan hal tersebut?

Wakil Ketua KPK lainnya, Laode M Syarif, mengatakan semua orang harus bekerja agar mendapat bayaran. Oleh sebab itu, jika orang tidak bekerja, maka tak layak mendapat bayaran alias gaji.

"Tadi itu kita berharap bahwa harusnya gaji atau remunerasi yang diterima pejabat publik, bukan cuma DPR, itu berdasarkan hasil kerjanya. Tapi pada saat yang sama Pak Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) bilang gubernur, bupati, itu gaji yang tertulis Rp 5 juta - Rp 6 juta. Kan nggak masuk akal. Jadi kalau mau reformasi birokrasi itu, kita harus serius," ujar Syarif saat berbincang dengan detikcom.

"Itu kan pekerjaannya (DPR) salah satunya membuat undang-undang. Kalau dia buat undang-undang terus nggak jadi-jadi undang-undangnya, seharusnya nggak berhak gitu mendapat gaji," sambung Syarif.

Namun, dia mengatakan hal ini baru sebatas wacana dan bukan usul resmi dari KPK. Menurutnya, selama ini yang ingin diterapkan di pemerintahan adalah merit system.

"Sekarang merit system kan. Jadi orang itu harus berdasarkan itu (kinerja). Ya kalau kita jadi buruh di jalan juga rajin kita kerja, kita dapat lebih banyak. Jadi sopir juga begitu. Di mana saja, jadi pengusaha juga begitu. Jadi kalau sekarang masa kerja dan nggak kerja sama saja gajinya. Sedangkan yang tanggung jawabnya besar kayak gubernur dan bupati, negara menghargainya juga sangat sedikit dan passion untuk berbuat tidak jujur itu menjadi tinggi. Apalagi kalau biaya politiknya mahal," jelasnya.


"Soal UU saya setuju omongan Pak Saut yang bilang kalau ada anggota DPR yang nggak mau ngerjain UU nggak usah di gaji. Tapi masalahnya hambatan datang dari pemerintah, karena konstitusi kita menulis, melahirkan UU itu DPR bersama pemerintah," tutur Bamsoet.

Dia kemudian mencontohkan pembahasan UU yang belum selesai karena pemerintah tidak mau hadir. Bamsoet mengatakan UU bakal cepat selesai jika DPR dan pemerintah sama-sama sepakat.

"Contoh kalau pemerintah sering nggak datang, maka dipastikan pemerintah tidak setuju dengan UU itu. Sekarang yang sudah 16 kali masa sidang, larangan minuman beralkohol, dan UU tembakau. Dan saya lihat daftar absen, pemerintah nggak pernah datang, datang saja masalah riset nggak pernah dibuat,"

"Jadi sebenarnya gampang kalau pemerintah nya setuju. Kita juga setuju kebijakan (soal gaji) tadi, setuju kalau pemerintahnya juga nggak digaji ha-ha," sambungnya. (Haf/haf) 






Tulis Komentar