Dari Rencana Tata Ruang ke Rencana Bisnis: Pelanggaran Terang, Penegakan Gelap, Siapa di Belakang PT Riau Biru Abdi?

Siak, KILASRIAU.com – Ketika masyarakat Desa Maredan, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak menjerit akibat dampak buruk dari aktivitas pengurugan liar, Bupati Siak Alfedri justru memilih bungkam. Ironisnya, pembiaran ini terjadi di tengah deklarasi besar-besaran “Siak Hijau” oleh Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan yang dikenal getol menjaga lingkungan.
Aktivitas yang dilakukan oleh PT Riau Biru Abdi tak sekadar “pengurugan biasa”, namun sudah menjurus pada bentuk pelanggaran hukum yang sistematis dan terang-terangan. Dengan dalih proyek pematangan lahan, perusahaan tersebut justru melakukan pengerusakan wilayah yang secara hukum ditetapkan sebagai zona pertanian dan permukiman, diduga tanpa dokumen legal yang sah.
Berikut deretan aturan dan undang-undang yang diduga telah dilanggar oleh PT Riau Biru Abdi:
1. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 69 ayat (1): Setiap orang dilarang melakukan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 69 ayat (2): Dilarang mengubah fungsi ruang tanpa izin pemerintah.
Sanksi Pidana (Pasal 69 jo. Pasal 73): Ancaman pidana paling lama 8 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 36 ayat (1): Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki izin lingkungan.
Pasal 109: Pelaku usaha tanpa izin lingkungan dikenai pidana 1 tahun hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
DLH Kabupaten Siak sendiri telah menyatakan tidak pernah menerbitkan izin lingkungan untuk kegiatan pengurugan ini. Maka, segala aktivitas yang dilakukan PT Riau Biru Abdi cacat secara hukum.
3. Permen ATR/BPN No. 1 Tahun 2018 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 16 ayat (1): Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan terhadap kegiatan yang menyimpang dari RTRW.
Pasal 32: Penindakan dapat berupa penghentian kegiatan, pencabutan izin, hingga pembongkaran bangunan.
4. Perda Kabupaten Siak No. 4 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Siak 2011–2031
Desa Maredan secara eksplisit ditetapkan sebagai zona pertanian dan permukiman, bukan kawasan industri, bukan pula zona tambang atau galian.
Pasal 20–22: Pemanfaatan ruang di luar ketentuan ini dilarang keras.
5. Perda Kabupaten Siak No. 11 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum
Pasal 6: Setiap aktivitas penggalian dan pengambilan bahan galian (termasuk tanah urug) wajib memiliki izin resmi dari pemerintah daerah.
Pasal 9: Kegiatan pertambangan di luar wilayah yang ditetapkan sebagai tambang (seperti zona hijau dan pertanian) dilarang keras dan wajib dihentikan.
6. UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba, perubahan dari UU No. 4 Tahun 2009)
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin (IUP) dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Kegiatan pengurugan tanah urug termasuk dalam kategori pengangkutan dan penjualan bahan galian C, yang membutuhkan IUP Operasi Produksi atau minimal izin usaha pertambangan rakyat (IUPR).
7. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 26: Kepala Desa wajib melindungi dan mengayomi masyarakat desa serta menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.
Kegiatan ini dilakukan tanpa sosialisasi, tanpa musyawarah desa, dan bahkan warga tidak pernah diberi informasi.
8. KUHP Pasal 406 ayat (1) tentang Perusakan Barang
Mengakibatkan kerusakan infrastruktur desa dan kebun warga, serta potensi banjir akibat alih aliran air hujan.
Ancaman: Pidana penjara 2 tahun 8 bulan.
Sebagai kepala daerah, Bupati Siak berwenang sekaligus berkewajiban menertibkan pelanggaran tata ruang dan memastikan perlindungan lingkungan hidup berjalan sesuai hukum.
Namun hingga kini, tidak satu pun pernyataan disampaikan Bupati Alfedri, saat dikonfirmasi via pesan whatsapp pada Kamis lalu, membiarkan warga kebingungan, dan membuka ruang spekulasi soal keterlibatan atau pembiaran terstruktur.
“Kalau Kapolres sampai Bupati diam seperti ini, wajar kalau rakyat berpikir ada ‘main mata’,” tegas Evan Putra, Panglima Tengah LLMB Kabupaten Siak, Minggu (25/5/2025).
Masyarakat menuntut:
1. Penghentian segera seluruh aktivitas pengurugan oleh PT Riau Biru Abdi.
2. Pemeriksaan hukum dan lingkungan oleh instansi independen dan aparat penegak hukum dari tingkat provinsi.
3. Pemanggilan Bupati Siak oleh DPRD untuk menjelaskan posisi hukum dan politik Pemkab Siak dalam kasus ini.
4. Penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk jika terdapat oknum aparat atau pejabat yang terlibat dalam pembiaran atau perlindungan.
“Jika hukum hanya tajam ke bawah, maka ‘Siak Hijau’ tidak lebih dari sekadar spanduk kosong. Ini saatnya rakyat menguji: hukum berpihak ke siapa?” pungkas Evan Putra.
"Hingga berita ini diterbitkan, Kilasriau.com masih terus berupaya menelusuri informasi serta mencari kontak resmi PT Riau Biru Abdi guna memperoleh konfirmasi maupun klarifikasi terkait aktivitas pengurugan di Desa Maredan.
Tulis Komentar