Kado Hari Santri 2025 dari Presiden Prabowo

Nona Gayatri Nasution (Staf Khusus Kementerian Agama RI)

KILASRIAU.com - Kunjungan Prabowo Subianto ke Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2 Desember 2023, kini terbukti bukan sekadar safari politik. Di hadapan para kiai dan santri, Prabowo berjanji: bila kelak dipercaya memimpin Indonesia, ia akan melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren secara sungguh-sungguh. 

Janji itu menegaskan tekad untuk menempatkan pesantren sebagai salah satu arus utama sistem pendidikan juga pilar utama pembangunan bangsa.

Setahun berselang, 22 Desember 2024, Romo H. Muhammad Syafi’i, yang saat itu telah menjabat Wakil Menteri Agama dalam Kabinet Merah Putih, kembali hadir di Cipasung. Dalam kunjungan tersebut, Romo Syafi’i menegaskan bahwa pemerintah siap menunaikan janji Presiden Prabowo sebagaimana pernah diucapkan di tempat yang sama.

“Tiga fungsi pesantren sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tidak cukup lagi dikelola hanya oleh satuan kerja setingkat eselon II,” ujarnya, menandai keseriusan Kementerian Agama memperjuangkan kelembagaan pesantren yang lebih kuat dan terhormat.

Kehadiran Romo bukan sekadar kunjungan kerja, melainkan peneguhan komitmen moral dan gestur politik Presiden Prabowo terhadap dunia pesantren. 

Dengan menapaki kembali jejak tempat Prabowo pernah berikrar, ia memperlihatkan kesinambungan niat: bahwa janji bukan sekadar retorika, tetapi amanah yang sedang ditunaikan langkah demi langkah.

Pernyataan itu kini terbukti bukan sekadar wacana. Pada 21 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto menandatangani Surat Nomor B-617/M/D-1/HK.03.00/10/2025 tentang Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama.

Melalui surat tersebut, Presiden secara resmi memberikan izin prakarsa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di lingkungan Kementerian Agama—sebuah tonggak sejarah bagi dunia pesantren Indonesia.

Langkah ini menjadi kado istimewa bagi seluruh santri di Indonesia, karena ditetapkan sehari sebelum Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2025. Bagi kalangan pesantren, keputusan ini bukan sekadar penataan birokrasi, tetapi pengakuan formal negara atas peran historis dan strategis pesantren dalam membangun pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

Secara historis, pesantren mulai diakui dalam Sistem Pendidikan Nasional setelah terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Beberapa tahun kemudian, dibentuk Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren di bawah Ditjen Pendidikan Islam. Pada 2024, satuan kerja tersebut berubah menjadi Direktorat Pesantren, dan kini—sejalan dengan izin prakarsa Presiden—sedang disiapkan peningkatan statusnya menjadi Direktorat Jenderal Pesantren.

Menurut Wamenag Romo Muhammad Syafi’i, pembentukan Ditjen Pesantren telah memenuhi tiga kriteria penataan organisasi yang efektif: tepat fungsi, tepat proses, dan tepat ukur. Dari sisi fungsi, Pasal 4 UU Nomor 18 Tahun 2019 menegaskan tiga peran utama pesantren—pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat—fungsi yang sesungguhnya telah dijalankan pesantren sejak abad ke-15 dan menjadi ruh peradaban Islam Nusantara.

Fungsi pendidikan pesantren terus berkembang dari tingkat dasar hingga ma’had aly (setara perguruan tinggi), menjadi pusat pembelajaran Islam rahmatan lil ‘alamin yang melahirkan generasi berilmu dan berakhlak mulia.

Fungsi dakwah pesantren membangun kehidupan sosial yang moderat dan harmonis, menanamkan nilai tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), i’tidal (adil), dan tasamuh (toleran) sebagai karakter khas Islam Indonesia.

Sementara fungsi pemberdayaan masyarakat menjadikan pesantren sebagai pusat ekonomi umat, berperan nyata dalam pengentasan kemiskinan, pemerataan kesejahteraan, dan penguatan kemandirian di tingkat lokal.

Dengan disetujuinya izin prakarsa ini, pemerintah membuka jalan bagi lahirnya Ditjen Pesantren sebagai lembaga yang akan memperkuat tiga fungsi utama tersebut secara lebih sistematis, inklusif, dan berkelanjutan. Ini bukan hanya pemenuhan janji politik, tetapi juga langkah strategis memperkokoh kemitraan antara negara dan pesantren menuju visi Indonesia Emas 2045.

Dari Cipasung janji itu diucapkan, dari Istana janji itu diwujudkan. Kado Hari Santri dari Presiden Prabowo Subianto ini menjadi simbol nyata bahwa pesantren menjadi arus utama kebijakan yang telah berdiri di jantung pembangunan nasional — tempat di mana iman, ilmu, dan kemandirian tumbuh bersama demi kemajuan bangsa dan kemuliaan Indonesia.






Tulis Komentar