Kemenkeu Mengakui Risiko Tinggi Kepemilikan Asing di Surat Utang

Ilustrasi dolar AS. (CNN Indonesia/Safir Makki)

KILASRIAU.com- Kementrian Keuangan mengakui kepemilikan asing di Surat Utang Negara (SUN), terutama Surat Berharga Negara (SBN) berisiko tinggi bagi Indonesia. Hal tersebut membuat pasar keuangan menjadi rapuh jika terdapat sentimen eksternal yang mendorong arus modal keluar (capital outflow).

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan sejatinya kepemilikan asing di SBN ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, kepemilikan SBN oleh asing merupakan indikasi bahwa obligasi negara menarik bagi investor asing.

Arus modal asing ke SBN juga berpengaruh positif bagi neraca transaksi modal dan finansial sehingga berdampak baik bagi neraca pembayaran. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per 2 Mei 2019, capital inflow ke SBN tercatat Rp66,3 triliun dan berkontribusi 50,15 persen terhadap inflow Rp132,4 triliun.

Namun, di sisi lain, kepemilikan asing di SBN justru menimbulkan risiko besar. SBN bisa mudah dilepas investor jika kondisi ekonomi sedang tak menentu.

"Tidak ada strategi bagi kami untuk membatasi kepemilikan asing, yang ada malah menambah ukuran investor domestik sehingga nanti secara langsung porsi domestik akan bertambah," jelas dia.
"Kondisi keuangan Indonesia akan vulnerable jika ada pembalikan capitaloleh asing," jelas Luky, Jumat (3/5).

Menurut data Kemenkeu per 29 April 2019, total kepemilikan asing di SBN yang bisa diperdagangkan sebesar Rp962,57 triliun, atau 38,44 persen dari total SBN yang bisa diperdagangkan. 

Luky mengatakan, angka ini sejatinya sudah lebih baik dibandingkan 2013 silam, di mana kepemilikan asing di SBN mencapai 41 persen kala Amerika Serikat (AS) melakukan kebijakan quantitative easing.

Namun menurut dia, kepemilikan asing ini masih lebih besar, sehingga pemerintah harus melakukan pendalaman pasar keuangan agar komposisi investor SBN domestik meningkat. Meski demikian, bukan berarti pemerintah akan sengaja mengurangi kepemilikan asing di SBN.
 


Salah satu cara pendalaman pasar, lanjut dia, adalah dengan gencar menerbitkan SBN ritel secara daring di tahun ini. Sejak awal tahun, pemerintah telah menerbitkan empat kali SBN ritel yakni Savings Bond Ritel (SBR) 005 dengan raupan dana Rp4 triliun, Sukuk Tabungan (ST) 003 sebesar Rp3,13 triliun, dan Sukuk Ritel (SR) 011 sebesar Rp21,11 triliun, dan SBR 006 dengan raupan Rp2,26 triliun.

Hanya saja, SBN ritel tentu belum mengambil porsi terbesar dari total SBN outstanding pemerintah. Meski telah menghimpun Rp30,5 triliun dari SBN ritel sejauh ini, ternyata utang SBN jatuh tempo malah tercatat Rp28 triliun. Sehingga, investor asing dalam jangka pendek masih diandalkan.

Kendati begitu, ia menilai risiko utang saat ini sudah membaik. ini terlihat dari 89,7 persen SBN menggunakan skema bunga tetap (interest-to-debt) dan imbal hasil SBN (yield) sudah turun 4,3 persen sepanjang kuartal I 2019.

"Dengan posisi ini, utang masih manageable dan comfortable di posisi seperti ini," ujar dia.






Tulis Komentar