Babak Baru dalam Krisis Politik Korea Selatan

Krisis Darurat Militer Korea Selatan: Implikasi Diplomasi dan Hukum Internasional 

Muhamad Husein, S.Sos.I., M.Hum., M.I.Kom., M.H., M.Pd., M.M., M.MT., M.Sos., M.Si

KILASRIAU.com  - Korea Selatan, dikenal sebagai salah satu negara demokrasi paling stabil di Asia Timur, mengguncang dunia internasional setelah Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan status darurat militer pada 3 Desember 2024. Langkah ini diklaim untuk menghadapi ancaman dari kelompok oposisi yang disebut "anti-negara." Namun, banyak pihak menilai pengumuman ini sebagai upaya mempertahankan kekuasaan di tengah tekanan oposisi yang meningkat.

Hanya enam jam setelah pengumuman, status darurat militer dicabut akibat tekanan domestik dan internasional. Meski demikian, langkah tersebut meninggalkan keretakan politik yang signifikan dan menimbulkan pertanyaan global tentang komitmen Korea Selatan terhadap demokrasi, supremasi hukum, dan stabilitas kawasan. Situasi ini mengingatkan pada masa kediktatoran militer Korea Selatan di tahun 1980-an, saat hak-hak sipil dirampas demi kekuasaan.

Oposisi dengan cepat merespons dengan menyerukan pemakzulan Presiden Yoon, menilai langkah ini melukai demokrasi dan kepercayaan publik. Krisis ini menjadi ujian berat bagi sistem demokrasi Korea Selatan untuk membuktikan kemampuannya bertahan dari ancaman internal.

Reaksi Internasional: Diplomasi dalam Ujian

Pengumuman ini memicu reaksi cepat dari komunitas internasional.

Amerika Serikat sebagai sekutu utama, menyatakan keprihatinan mendalam dan mendesak Korea Selatan kembali ke jalur demokrasi. Stabilitas Korea Selatan sangat penting bagi strategi AS di Asia Timur.

Jepang menyoroti pentingnya transparansi, mengingat hubungan erat kedua negara.

Tiongkok, meskipun sering berselisih dengan Korea Selatan, juga mengkhawatirkan potensi destabilisasi kawasan.

ASEAN menyerukan dialog terbuka untuk meredakan ketegangan, menekankan pentingnya stabilitas di Semenanjung Korea bagi keamanan dan ekonomi regional.

PBB, melalui Sekjen António Guterres, menegaskan pentingnya menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum dalam menyelesaikan konflik ini.

Reaksi global ini menunjukkan bahwa krisis ini bukan sekadar isu domestik, tetapi berpotensi menimbulkan dampak domino terhadap perdagangan global, diplomasi, dan keamanan kawasan.

Perspektif Hukum Internasional: Tantangan terhadap Rule of Law

Deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon menuai kontroversi di ranah hukum internasional. Sebagai anggota aktif PBB dan penandatangan berbagai perjanjian internasional, Korea Selatan memiliki kewajiban menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia.

Menurut pakar hukum, langkah ini dinilai tidak proporsional dan berpotensi melanggar komitmen internasional Korea Selatan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi acuan utama dalam menilai tindakan ini. Kebebasan berkumpul dan berekspresi harus tetap dilindungi, bahkan dalam situasi darurat.

Organisasi internasional, termasuk Amnesty International, dapat berperan dalam mendorong investigasi independen untuk memastikan akuntabilitas pemerintah Korea Selatan.

Dampak terhadap Keamanan Regional dan Stabilitas Global

Ketidakstabilan politik di Korea Selatan memiliki dampak luas, baik regional maupun global.

1. Keamanan Regional: Fokus pemerintah terhadap ancaman domestik dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu keamanan regional, membuka peluang bagi Korea Utara untuk meningkatkan tekanan.

2. Ekonomi Global: Sebagai pusat industri semikonduktor dan teknologi, ketidakstabilan di Korea Selatan dapat menurunkan kepercayaan investor internasional, mengganggu rantai pasok global, dan memengaruhi hubungan dagang dengan negara-negara utama seperti AS, Jepang, dan Tiongkok.

Pelajaran dari Krisis: Demokrasi yang Rapuh

Krisis ini mengingatkan bahwa demokrasi, sekuat apa pun, tetap rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Langkah Presiden Yoon menyoroti pentingnya mekanisme checks and balances untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.

Keterlibatan masyarakat sipil dalam memantau kinerja pemerintah menjadi kunci utama untuk menjaga demokrasi. Selain itu, komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk mendukung pemulihan dan penguatan demokrasi di Korea Selatan.

Kesimpulan: Menjaga Demokrasi dan Stabilitas Regional

Krisis darurat militer di Korea Selatan menjadi tantangan besar bagi stabilitas domestik, keamanan regional, dan komitmen terhadap hukum internasional. Langkah ini membuktikan bahwa ketegangan politik domestik dapat dengan cepat berkembang menjadi masalah global.

Komunitas internasional harus mendorong dialog damai dan mendukung upaya yang memperkuat demokrasi di Korea Selatan. Hanya dengan demikian, negara ini dapat kembali menjadi pilar stabilitas di Asia Timur dan memastikan keamanan serta kesejahteraan regional yang berkelanjutan.**

 






Tulis Komentar