SPBU Apung Parit 13 Tembilahan di Tutup, Edy Herianto Sindrang: Kesannya Ada Persaingan Bisnis

KILASRIAU.COM – Terkait dengan adanya Penutupan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Apung yang ada di parit 13 Tembilahan kota mendapatkan tanggapan keras dari salah satu Praktis Golkar, Komisi tiga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Edy Herianto Sindrang, Selasa (8/8/23).
Dimana diketahui bahwa SPBU Apung yang ada di lokasi tersebut merupakan satu-satunya tempat pengisian Bahan bakar Minyak (BBM) yang beroperasi di atas perairan sungai Indragiri Hilir. Kemudian, SPBU terapung ini melayani kebutuhan semua transportasi air seperti pompong, speed boat, serta transportasi lainnya yang beroperasi di wilayah Kabupaten Inhil.
Oleh karena itu, keberadaan SPBU apung sangat di butuhkan masyarakat dalam kehidupan sehari – hari, terlebih transportasi air merupakan transportasi utama di Inhil.
- Pendiri SEVIMA Bagikan Tiga Tips Memulai Usaha di Era Digital
- Bank Muamalat Raih Penghargaan ‘Pendukung Ekosistem Haji dan Umrah Terbaik’
- Pj Bupati Inhil Hadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023
- Dorong Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah, Bank Muamalat Kolaborasi dengan Unisba
- Gedung Baru BSI KCP Tembilahan Di Resmikan Bupati Inhil H. M Wardan
Edy Herianto Sindrang menjelaskan penutupan ini tidak lah benar karena inspeksinya tidak menyeluruh dan hanya satu pihak saja. Kemudian penutupan SPBU terapung tersebut memiliki dampak luas kepada pelayanan publik, karena masyarakat memanfaatkan transportasi air untuk mengakses wilayah antar kecamatan serta luar Kabupaten.
Menurutnya, jikapun hendak melakukan sidak atau menutup SPBB jangan tebang pilih, hanya milik H. Zainal saja. Namun ada beberapa Pertamina yang ada di Inhil ini juga harus dilakukan secara merata.
"Masih banyak lagi agen Pertamina di beberapa tempat yang lain seperti di Mandah, Guntung, Concong, Sungai Belah, Pulau Kijang dan Keritang, harusnya ke sana juga sidak biar semua rata, jangan tembang pilih yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Kalau cuman ini yang dilakukan sidak lalu ditutup kesannya ada persaingan bisnis. Apalagi kita mengetahui masyarakat Inhil ini mayoritasnya masih bergantung kepada transportasi air. Jadi keberadaan SPBU apung ini sangat lah membantu masyarakat yang menggunakan transportasi laut untuk melakukan pengisian BBM," kata Edy Sindrang sapaan akrabnya.
Edi Sindrang menyebutkan bahwa penutupan SPBB ini sangat-sangat tidak tepat karena menimbulkan keresahan dari masyarakat khususnya yang beroperasi di wilayah perairan yang sangat jelas bergantung pada SPBB tersebut. Kemudian juga disinyalir adanya permintaan seorang Anggota DPR RI Kepada aparat Penegak hukum dimana mendapatkan suatu temuan saat melakukan inspeksi mendadak atau sidak beberapa hari yang lalu yaitu Jum'at, 4 Agustus 2023.
"Jangan dengan terjadinya penutupan SPBU ini nanti menimbulkan polemik, masyarakat turun lagi demo. Karena penutupan ini sangat disangkan karena tidak memikirkan masyarakat yang menggunakan transportasi laut serta membuat kerugian bagi pengusaha tersebut. Kemudian, penutupan ini tidak mendasar karena sidak ini tidak menyeluruh ke semua tempat yang ada di Kabupaten Inhil. Jika memang ada pelanggaran sistem atau harga jual yang dilakukan SPBB tersebut tidak serta merta harus di tutup. Namun harus melakukan pertimbangkan-pertimbangan serta dampak yabg akan terjadi ke masyarakat khususnya yang menggunakan transportasi laut," jelas Edi Sindrang.
Disisi lain, Edy Harianto Sindrang menilai, jika ingin memudahkan masyarakat tidak hanya itu saja yang diangkat. Tetapi masih banyak persoalan di Inhil ini yang mesti harus difikirkan.
"Tidak cuman BBM aja, kalau mau memudahkan masyarakat, banyak lagi yang mesti harus di benahi, seperti harga Kelapa, harga pinang yang anjlok infrastruktur hancur dan pekerjaan-pekerjaan yang mangkrak, kebun masyarakat yang di dalam kawasan 280 Ribu hektare itu semua yang harus diperhatikan," ucapnya.
Terakhir Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Inhil itu juga menerangkan, bahwa dampak dari penutup SPBB itu banyak merugikan masyarakat khususnya yang beroperasi di perairan Indragiri Hilir.
"Banyak supir-supir Speedboat yang mengeluh, dan merasa kesulitan mencari minyak botolan dampak dari penutupan SPBB ini," pungkasnya.
Sementara itu, dikutip dari Andalan.co Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), Muhammad Nasir melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kabupaten Inhil, Jumat (4/8/2023).
Ditengah perjalanannya menuju Kecamatan Mandah, politisi Partai Demokrat ini menemukan kejanggalan aktifitas SPBU apung atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB) di dekat pelabuhan Rumah Sakit Umum (RSUD) Puri Husada Tembilahan, Inhil, Riau.
Kejanggalan penyaluran BBM tidak sesuai aturan membuatnya singgah ke SPBB yang berbentuk tongkang penjualan BBM tepatnya di parit 13 Kecamatan Tembilahan Kota.
Anggota Komisi VII DPR RI ini menilai aktifitas penjualan BBM di tongkang milik H. Zainal itu diduga kuat tidak sesuai aturan dan regulasi yang telah ditetapkan pertamina.
Dirinya mengaku menemukan banyaknya timbunan minyak di dalam tangki, drum dan kaleng yang seharusnya pihak SPBB menggunakan nozzle atau mesin pompa digital (pencatatan elektronik).
“Mereka menggunakan ember (kaleng), harusnya menggunakan nozzer sesuai meteran kompa, ini salah satu meningkatkan pengawasan BBM besubsidi (minyak solar), namun tidak digunakan,” beber Nasir.
Ditambahkannya, Sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, untuk meningkatkan akuntabilitas data penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) perlu menggunakan pencatatan elektronik yang dapat mengidentifikasi penggunaan dan penyalurannya di titik serah penyalur (ujung nozzle) oleh Badan Usaha Pelaksana sebagai dasar perhitungan subsidi.
Nasir mengaku sempat menjumpai pemilik BBM, yaitu H. Zainal, saat berada di tongkang tersebut, dirinya juga menanyakan kapasitas tongkang, dan berapa penjualan perhari serta harga yang dijual ke masyarakat, namun tidak mendapat jawaban.
Nasir menegaskan, jika Badan Usaha Pelaksana itu menjual BBM tidak sesuai aturan dan regulasi, itu sebuah kejahatan yang sangat merugikan masyarakat.
“Pemerintah telah mengeluarkan anggaran untuk menjaga penyaluran BBM bersubsidi kepada masyarakat. Jelas ini sebuah kejahatan merugikan masyarakat. Harga solar Rp10.000, padahal harga standarnya Rp6.500. Berapa banyak anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk penyaluran BBM subsidi," tegasnya.
Atas temuan kejanggalan penyaluran BBM itu, Nasir menegaskan pemberhentian proses penjualan BBM di tongkang tersebut dan meminta kepada pihak Pertamina melakukan audit, serta meminta kepada Polres Inhil melakukan penyelidikan dan pengusutan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Penutupan SPBU apung kompak ini pun menimbulkan polemik atau masalah baru di masyarakat sehingga membuat transportasi laut rute Tembilahan – Batam tidak dapat beroperasi.
Hal ini membuat pengusaha Speed Boat tidak bisa melayani konsumennya karena kesulitan mendapatkan BBM, seperti yang dialami SB Reni Fadhila.
Speed Boat yang harusnya melayani rute Tembilahan – Batam ini terpaksa menunda keberangkatannya pada Sabtu (5/8/2023) pagi.
“Kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat, selaku konsumen SB Reni Fadhila karena tidak beroperasi,” ujar Dr (c) Triyana Syahfitri, SH, MH, CPCLE selaku legal officer sekaligus juru bicara SB Reni Fadhila.
Menurutnya, penutupan SPBB ini merupakan hal yang sama-sama tidak diinginkan, baik bagi konsumen, maupun baginya selaku pelaku usaha.
“Keadaan ini di luar perhitungan karena speed boat tidak mendapatkan BBM di SPBB di parit 13 Tembilahan. Ini tentu saja berakibat kerugian bagi pihak kami selaku pelaku usaha dan pihak penumpang yang akan berpergian,” tuturnya.
Triyana berharap agar pihak pemangku kebijakan mencarikan solusi dengan segera sehingga tidak merugikan banyak pihak, baik pihaknya sebagai pelaku usaha, maupun pihak masyarakat dengan berbagai kepentingan.
“Di setiap ada permasalahan, kiranya pun harus ada pula solusi yang diberikan. Sehingga tidak merembet kepada kepentingan orang banyak,” pungkasnya.
**
Tulis Komentar