Hadiman: PH Tersangka, Baca Dulu Baru Bicara

KILASRIAU.com - Ketua Tim Penyidik sekaligus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuantan Singingi (Kuansing), Hadiman, S.H.,M.H pertanyakan Penasehat Hukum (PH) tersangka Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) SPPD Fiktif tahun anggaran 2019 di BPKAD Kuansing, H alias K, apakah sudah membaca atau belum terkait putusan MK nomor 31 tahun 2012 itu dengan baik.

"Itu Penasehat Hukum H alias K, apakah sudah baca atau belum dia putusan MK nomor 31 tahun 2012 itu? Kalau belum, baca dulu baru bicara," kata Hadiman, Jum'at (02/04/2021).

Terkait Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan juga berhak menetapkan tersangka.
Dimana Badan Pemeriksa Keuangan adalah auditor negara. Penghitungan Kerugian Negara dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Jaksa selaku Penyidik, jika penghitungan kerugian negara dilakukan oleh Jaksa (Penuntut Umum) yang didukung oleh alat-alat bukti yang kuat serta memperoleh keyakinan, maka Hakim dapat menetapkan besaran kerugian negara tersebut, walaupun bukan hasil dari pemeriksaan oleh BPK/BPKP selaku auditor.

Hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 :

"Oleh karena itu menurut Mahkamah, penyidik bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri diluar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari Inspektorat Jendral atau badan yang mempunyai tugas yang sama dengan itu di masing masing pemerintah, bahkan dari pihak lain bahkan termasuk perusahaan," ujar Hadiman membeberkan hal tersebut.

Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, hal ini sesuai dengan Pasal 24 UUD 1945, dan merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lainnya dilakukan secara merdeka dan diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari).

Secara yuridis formal, kejaksaan lahir berbarengan dengan merdekanya Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945. Dalam perjalanan sejarah penugasan dan kedudukan institusi Kejaksaan pada masa Konstitusi RIS dan pada masa UUDS 1950, Kejaksaan tetap berada dalam struktur departemen Kehakiman. Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu tanggal 22 Juli 1960, Kejaksaan menjadi Departemen sendiri di bawah Menteri Jaksa Agung.

"Adapun pelaksanaan fungsi kejaksaan dalam perhitungan kerugian Negara pada tindak pidana korupsi yaitu, hasil penyelidikan dan hasil penyidikan, bahwa dalam praktik penentuan kerugian Negara tidak di haruskan dilakukan oleh auditor tetapi dapat dilakukan sendiri oleh Jaksa asalkan kerugian tersebut sudah jelas, nyata dan tidak berbelit-belit dengan pembuktian mudah," tutur Hadiman menegaskan.***(ald)






Tulis Komentar