Mathias, Turis Prancis yang Jatuh Hati pada Pacu Jalur Kuansing

TELUK KUANTAN (KilasRiau.com) - Senja baru saja turun di Teluk Kuantan. Dari teras kecil Homestay Rian, suara riuh penonton Pacu Jalur yang masih menggema di tepian Narosa terdengar samar di televisi siaran ulang. Di sanalah, seorang pria berpostur tinggi dengan rambut cokelat keemasan tampak santai menikmati segelas air putih hangat. Ia adalah Mathias, wisatawan asal Prancis yang tengah larut dalam pengalaman pertamanya di Kuantan Singingi.
“Pacu Jalur hanya lima hari dalam setahun. Sayang sekali kalau dilewatkan,” ujarnya, tersenyum sambil menatap ke luar pintu. Dengan bahasa Indonesia yang fasih, ia bercerita bagaimana dirinya rela membatalkan beberapa agenda lain hanya demi menyaksikan festival tradisi terbesar di Riau ini.
Bagi Mathias, Pacu Jalur bukan sekadar perlombaan mendayung perahu panjang. Ia melihatnya sebagai sebuah pesta budaya yang penuh energi.
“Sangat luar biasa. Tradisi ini punya ciri khas yang tidak ada di tempat lain. Seperti yang viral sekarang, penari Togak Luan sangat mengesankan,” katanya bersemangat.
Suasana yang ia temukan di Teluk Kuantan jauh melampaui ekspektasi. Ribuan orang tumpah ruah di tepian sungai, bersorak, tertawa, dan menyatu dalam kegembiraan.
“Sangat spektakuler, penuh kegembiraan,” tambahnya.
Namun, yang paling berkesan bagi Mathias justru adalah masyarakat Kuansing sendiri. Ia merasa diterima layaknya kawan lama. “Orang-orang di sini sangat ramah dan sopan, mudah diajak berkomunikasi. Itu daya tarik yang besar,” ungkapnya.
Tak hanya lomba, Mathias juga mencoba kuliner lokal. Ia mengaku jatuh hati pada dodol khas Kuansing, gelamai. “Rasanya khas sekali, dengan kemasan yang unik,” ujarnya, sambil terkekeh mengenang pengalaman pertamanya mencoba makanan manis itu.
Mathias berharap masyarakat Kuansing terus melestarikan Pacu Jalur, sekaligus meningkatkan kualitas penyelenggaraannya. “Tetap lestarikan, dan tingkatkan lagi segala yang dirasa masih kurang berkesan,” pesannya.
Sebelum percakapan berakhir, ia mengaku sudah membayangkan untuk kembali lagi. Bahkan, kali berikutnya, ia ingin membawa teman-temannya dari Prancis.
“Buat lebih meriah lagi, perbanyak iklan dalam bahasa asing, lalu sebarkan ke media sosial internasional. Dunia pasti akan lebih mengenal Pacu Jalur,” ujarnya optimis.
Malam pun kian larut di Homestay Rian. Mathias kembali menikmati malamnya, sementara dari kejauhan suara alat musik tradisional masih seolah terdengar samar di telinganya.
Ia tampak puas, seolah menemukan pengalaman baru yang akan dikenang lama: sebuah festival rakyat di tepian sungai kecil di Riau, yang meninggalkan kesan besar di hatinya.*(ald)
Tulis Komentar