Bukan Sekadar Lomba Perahu, Suara Darwis Jadikan Pacu Jalur Lebih Berkesan

TELUK KUANTAN (KilasRiau.com) – Dalam setiap helatan pacu jalur di Tepian Narosa, Kuantan Singingi, ada satu suara yang selalu dinanti penonton. Suara itu milik Darwis, komentator kawakan yang dikenal dengan gaya bahasa khasnya. Dengan nada penuh semangat, ia mampu menghidupkan suasana lomba dan membuat detak jantung penonton ikut berpacu bersama jalur-jalur yang bertarung di Sungai Kuantan.
Momen yang paling mencuri perhatian terjadi ketika dua jalur bersaing ketat di pancang akhir. Dengan selisih yang amat tipis, Darwis pun melontarkan ungkapan yang langsung melekat di telinga penonton: “setipis kulit bawang.” Ungkapan sederhana namun penuh makna itu menggambarkan betapa tipisnya perbedaan antara jalur pemenang dan lawannya.
“Kalau sudah sampai di pancang akhir, semua mata tak boleh berkedip. Kadang selisihnya hanya sejengkal, bahkan hanya sehela nafas. Itu yang saya sebut setipis kulit bawang,” ujar Darwis sambil tersenyum beberapa waktu lalu.
Ia mengaku, gaya khasnya dalam memberi komentar lahir dari pengalaman panjang mengikuti pacu jalur sejak kecil.
“Saya ingin penonton tidak hanya melihat perahu berlari, tapi juga merasakan ketegangannya. Bahasa itu saya buat supaya orang bisa membayangkan betapa tipisnya selisih di air,” tambahnya.
Darwis lahir dan besar di Kuantan Singingi, daerah yang menjadi tanah kelahiran tradisi pacu jalur. Sejak remaja, ia sudah terbiasa menyaksikan jalur berlaga di Sungai Kuantan.
Dari kebiasaan itu tumbuh kecintaannya pada pacu jalur, hingga akhirnya ia dipercaya menjadi komentator pada awal tahun 2000-an.
Kini, lebih dari dua dekade sudah Darwis mengabdikan suaranya di arena pacu jalur. Ia dikenal bukan hanya oleh masyarakat Kuansing, tetapi juga oleh para perantau dan wisatawan yang sengaja datang menyaksikan festival budaya ini.
Suaranya khas, penuh semangat, dengan perumpamaan-perumpamaan lokal yang membuat pacu jalur semakin hidup.
“Pacu jalur bukan hanya lomba perahu. Di sini ada budaya, ada persaudaraan, dan ada cerita yang diwariskan turun-temurun. Saya hanya bagian kecil yang mencoba menjaga itu dengan cara saya, lewat suara,” ungkap Darwis merendah.
Bagi masyarakat Kuansing, Darwis adalah ikon tak tertulis dalam pacu jalur. Ia bukan sekadar komentator, melainkan juga penjaga narasi budaya yang membuat tradisi ini terus lestari di tengah arus zaman.
Dengan ungkapan khas seperti “setipis kulit bawang”, namanya kini melekat erat dalam sejarah pacu jalur Kuantan Singingi.*(ald)
Tulis Komentar