Drama Politik Desa: Penolakan Warga Pulau Beralo Memanas

KUANTAN HILIR SEBERANG, KUANSING (KilasRiau.com) – Gelombang penolakan mencuat dari masyarakat Desa Pulau Beralo, Kecamatan Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi. Mereka menolak keras rencana pengukuhan kembali Alfikri Harmal sebagai Kepala Desa, dengan alasan adanya potensi penyalahgunaan wewenang, praktik kolusi, korupsi, nepotisme (KKN), hingga dugaan intimidasi terhadap warga.
Dalam rapat yang digelar pada Rabu (13/8/2025), warga menandatangani Berita Acara Penolakan Pengukuhan. Penolakan ini bukan tanpa alasan. Mereka merujuk pada pengalaman sebelumnya saat Alfikri menjabat, yang dinilai minim transparansi dalam pengelolaan dana desa serta menimbulkan ketidakadilan dalam penyaluran bantuan sosial pemerintah.
Kekhawatiran Warga: KKN dan Dinasti Keluarga
Warga menduga, jika Alfikri kembali menduduki kursi kepala desa, maka praktik lama akan berulang. Nama Alde Miardi, Ketua BPD yang juga disebut masih memiliki hubungan keluarga dengan Alfikri, ikut disorot. Dugaan konflik kepentingan kian menguat lantaran keputusan desa dikhawatirkan hanya dikuasai lingkaran keluarga dan kelompok tertentu.
Selain itu, keberadaan Sumardi, seorang mantan Pj Kades yang disebut-sebut kerap menjadi bagian dari lingkaran kekuasaan Alfikri, membuat masyarakat semakin curiga adanya “segitiga kepentingan” antara Alfikri, Alde, dan Sumardi dalam mengendalikan kebijakan desa.
Intimidasi dan Ancaman: Bukti Menguat
Dalam dokumen rapat, warga juga menyinggung adanya dugaan intimidasi. Beberapa kali, Alfikri bersama Alde dan Sumardi dituding melakukan tindakan menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman, baik secara langsung maupun terselubung.
Salah satu contoh disebut terjadi pada rapat Koperasi Merah Putih Desa Pulau Beralo, ketika Alfikri yang sudah tidak menjabat lagi tetap hadir seolah-olah masih berwenang, bahkan menghadang partisipasi warga.
Bukti rekaman video dan tertulis mengenai dugaan ancaman ini disebut sudah beredar di kalangan warga.
Tuntutan Warga
Melalui rapat tersebut, masyarakat menyampaikan beberapa sikap tegas:
1. Menolak pengukuhan Alfikri Harmal sebagai Kepala Desa berdasarkan Surat Edaran Permendagri Nomor: 100.3.4/179/SJ.
2. Menolak pencalonan Alfikri di masa mendatang.
3. Menolak Alde Miardi sebagai Ketua BPD, dan hanya mengusulkan ia sebagai anggota biasa.
4. Mendesak Bupati Kuansing 2025–2030 untuk menunjuk Penjabat (Pj) Kepala Desa yang netral, profesional, dan tidak memiliki konflik kepentingan.
5. Meminta aparat terkait melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang dan dana desa selama Alfikri menjabat.
Tanda Bahaya Demokrasi Desa
Kasus Pulau Beralo membuka kembali potret buram demokrasi desa: ketika kepemimpinan hanya berputar di lingkaran keluarga, ketika masyarakat tidak dilibatkan dalam keputusan, dan ketika suara kritis warga dibungkam dengan intimidasi.
Penolakan warga ini menjadi alarm bagi pemerintah kabupaten hingga provinsi untuk lebih ketat mengawasi jalannya pemerintahan desa, khususnya dalam masa transisi pengangkatan kepala desa.*(team)
Tulis Komentar