Komnas Perempuan: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Penting Demi Keadilan

Diskusi 'Pro Kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual' (Foto: Dwi Andayani/detikcom)

KALASRIAU.com - Komisi Nasional Anti kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual penting bagi para korban. Menurut Komnas, RUU itu nantinya bakal membuka akses yang cukup bagi korban kekerasan seksual untuk mencari keadilan.

"Ini sesungguhnya keresahan Komnas Perempuan, mengusulkan untuk RUU penghapusan kekerasan seksual, sebenarnya berangkat dari fenomena ada hambatan di mana perempuan korban seksual dan laki-laki tidak mendapatkan akses yang cukup untuk dapatkan keadilan," ujar Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahe'i dalam diskusi polemik 'Pro-Kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual' di d'Consulate Resto & Lounge, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2019).

"Ketika perempuan tak mendapat akses keadilan dengan baik, maka akan terjadi victimisasi. Ada dampak serius yakni fisik dan psikis, ini dampak khas dari kekerasas seksual," tuturnya.
Imam mengatakan korban kekerasan seksual yang tak dapat akses cukup untuk keadilan bakal mengalami dampak yang serius. Dampak itu bisa berupa dampak fisik ataupun psikis.


Dia menyebut akses keadilan bagi korban kekerasan seksual belum terdapat dalam aturan yang ada saat ini. Menurutnya, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang tidak seluruhnya diatur dalam KUHP.

Tuduhan RUU Penghapupusan Kekerasan Seksual ini pro-zina ini dibuat oleh Maimon Herawati di change.org pada Minggu (27/1). Maimon, yang dulu juga membuat petisi terkait Blackpink, kali ini membuat petisi dengan judul 'TOLAK RUU Pro Zina' yang ditujukan ke Komisi VIII DPR RI dan Komnas Perempuan. 
"Ini tak didapatkan dari kebijakan sebelumnya. KUHP dalam kajian Komnas Perempuan tak menyentuh ruang itu. Karena ada kekhasan dari RUU Penghapusan Kekerasan seksual yang kosong dari KUHP dan ini yang dibidik dari RUU Pengahapusan Kekerasan Seksual," kata Imam.

Saat ini draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tengah digodok oleh DPR. Pro-kontra pun terjadi, salah satunya lewat adanya petisi yang berisi penolakan karena menganggap RUU itu pro-zina. 
 


Dalam petisi tersebut, Maimon menjelaskan alasan menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Poin yang disorotnya di antaranya soal pemaksaan hubungan seksual yang bisa dijerat hukum. Sementara itu, hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan diperbolehkan. Begitu juga soal aborsi yang bisa dijerat hukum hanya yang bersifat pemaksaan. Sedangkan jika sukarela diperbolehkan.

Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) pun telah membantah RUU ini memuat pasal-pasal pro-zina. Bamsoet memastikan DPR tidak mendukung zina.

"Saya pastikan bahwa kami akan menjaga dengan ketat. Karena dasar kita agama. Mayoritas adalah muslim. Masalah zina dan LGBT pasti nomor satu akan kita adang," kata Bamsoet di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/1).






Tulis Komentar