Korupsi Pipa Transmisi di Inhil, Hakim Cabut Status Tersangka Dirut PT CKBN

Ilustrasi

PEKANBARU, KILASRIAU.com - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru mengabulkan gugatan praperadilan Harris Anggara alias Liong Tjai atas penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau. Hakim menyatakan penetapan Direktur Utama PT Cipta Karya Bangun Nusa (CKBN) ini tidak sah.

Gugatan dilayangkan Harris melalui kuasa hukumnya dengan perkara nomor 23/Pid.Pra/2018/PN.Pbr pada Oktober 2018 lalu. Putusan dibacakan oleh hakim tunggal, Mangapul, baru-baru ini.

Humas PN Pekanbaru, Martin Ginting, mengatakan, dengan putusan hakim itu, status tersangka terhadap Harris Anggara dicabut.

"Hakim memerintahkan Polda Riau selaku termohon mencabut status tersangka pemohon," ujar Martin, Kamis (12/11/2018).

Harris Anggara merupakan satu dari empat tersangka dugaan korupsi pipa transmisi. Tiga orang tersangka lain, yakni Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK dan Syafrizal Taher selaku konsultan pengawas sudah dijebloskan ke sel tahanan Polda Riau.

Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau, Kombes Pol Gideon Arif Setiawan, tidak menampiknya kalau pihaknya kalah praperadilan. Meski begitu, ia menyatakan akan melakukan penyidikan ulang terhadap Harris Anggara.
"Kita lakukan penyidikan ulang dan terbitkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru," ucapnya.

Tersangka Haris Anggara belum ditahan karena mangkir dari panggilan penyidik, Jumat (19/10/2018) lalu. Penyidik kembali memanggilnya, tapi tak hadir. Ternyata, dia menggajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada pertengahan Oktober 2018 lalu.

Berkas perkara Stavanus P Simalonga dan Edi Mufti sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Sementara berkas Syafrizal Taher, dan Haris Anggara belum dinyatakan P21.

Selain empat nama yang disebutkan di atas, tersangka dalam perkara ini diyakini masih bertambah. Itu mengingat masih ada satu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) lagi yang diterima Jaksa dari penyidik. Hanya saja, penyidik masih merahasiakan nama tersangka tersebut.

Penanganan perkara ini berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.

Saat itu, Muhammad menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013. Wakil Bupati Bengkalis ini juga diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut dan dia sudah dua kali diperiksa sebagai saksi di Polda Riau.

Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.

Dalam kontrak pada rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.

Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Selain itu, pada item pekerjaan timbunan bekas galian, juga dipastikan tidak ada pekerjaan timbunan kembali, karena galian tidak pernah ada.

Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Seharusnya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.

Namun anehnya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Tragisnya lagi, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.

Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah, tidak dilakukannya penimbunan kembali galian tanah atau pekerjaan tidak dilaksanakan namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Kerugian megara sekitar Rp1.041.561.800.






Tulis Komentar