Jerat Setan Pinjaman Online


KILASRIAU.com - Pinjaman Cepat,  tanpa repot. Ajukan sekarang, cair segera.

Pinjaman kilat, tanpa ribet. Manfaatkan sekarang juga!

Ya ya ya, ini zaman serba-bisa, serba-mudah, dan serba-edan. Termasuk untuk perkara meminjam uang yang sebelumnya harus dilakukan dengan repot bolak-balik ke bank, dan ribet mengurus dokumen-dokumen persyaratan.

Sekarang, berkat teknologi finansial digital, hanya dengan mengklik satu tombol di ponsel bak menjentikkan jari, uang langsung meluncur masuk rekening. Hanya dalam hitungan lima menit. Sungguh modern, sekaligus melenakan dan bikin ketagihan.

Tapi tunggu, tidakkah semua hal yang terlalu gampang jadi mengundang tanya? Kata orang, there ain’t no such thing as a free lunch.

“Uang”?yang cair cepat itu, tambahkan huruf “t” pada kata tersebut, dan dia kini adalah: utang.

Semudah apa utang bisa didapat?

Cukup ketikkan “pinjam uang” di kolom pencarian Google, dan voilà! Sederet aplikasi dan situs pinjaman online bermunculan. Istilah trendinya: fintech lending (financial technology lending).

Pinjaman uang online tanpa agunan, tanpa jaminan, tanpa perlu ke bank. Cukup modal KTP.

Menggiurkan. Itu pula yang dijumpai Fatmawati (bukan nama sebenarnya) saat butuh duit. Dia mencari-cari via ponsel, dan?entah karena refleks atau teknologi telah mendidik jemari manusia untuk mengklik pilihan teratas?memilih aplikasi fintech lending yang kala itu terpampang di urutan pertama.

Mulanya, Fatma meminjam uang Rp 500 ribu “saja” untuk biaya transportasi sehari-hari. Saat itu ia baru diterima bekerja di salah satu kantor konsultan pajak, dan butuh uang untuk mobilitas pergi-pulang kerja

“Mereka (aplikasi pinjaman online) cuma minta foto KTP doang, sama foto kita sambil pegang KTP. Dan dalam hitungan menit, uang Rp 500 ribu masuk rekening saya,” ujar Fatma, di lansir dari kumparan, Rabu malam (7/11).

Utang itu mesti Fatma kembalikan dalam jangka waktu 14 hari. Dari Rp 500 ribu mengembang jadi Rp 650 ribu. Sebab ada bunga 30 persen atau 2,14 persen per hari.

Bunga tinggi tersebut tak dirasa jadi masalah. Keadaan mendesak dan Fatma merasa mampu membayar ketika waktu gajian tiba.

Hari gajian datang, dan Fatma melunasi utang. Namun tak lama setelah ia mentransfer pembayaran, Fatma memperoleh pesan singkat berisi tawaran pinjaman berikutnya. Kini, nominal yang ditawarkan lebih besar, Rp 800 ribu. Tanpa pikir panjang, ia mengklik link yang ditautkan dalam pesan tersebut.

Kami menghargai nasabah setia kami. Dapatkan pinjaman lebih besar, lebih cepat, dan lebih mudah dibanding pinjaman pertama Anda.

"Tawaran salah satu fintech lending"

Nominal lebih besar, dana yang dikembalikan juga lebih banyak. Kali ini, masih dalam rentang waktu 14 hari, Fatma harus memulangkan utang plus bunga jadi Rp 950 ribu. Memang, besar bunga lebih rendah dari pinjaman pertama, yakni 18,75 persen atau sekitar 1,33 persen per hari. Bukan 2,14 persen seperti utang perdana Fatma.

Fatmawati berujar, “Siapa sih yang nggak mau uang dengan kemudahan seperti itu?”

Maka usai melunasi utang keduanya yang Rp 800 ribu plus bunga itu, ketika tawaran pinjaman berikutnya sebesar Rp 1 juta datang di tengah bulan, Fatma kembali menyambarnya. Apalagi saat itu, uangnya sudah terkuras untuk membayar utang.

Pendeknya, Fatma telah terjerat. Uang gaji habis untuk membayar utang, dan ia kembali berutang. Begitu terus. Terus begitu. Sebuah lingkaran berbahaya yang tak disadari banyak orang sampai jeratnya mulai mencekik.

Pinjaman Rp 1 juta itu disertai tenggang 30 hari untuk melunasi, dengan uang yang harus dikembalikan berbunga menjadi Rp 1.250.000.

Tenggat waktu pembayaran jatuh tengah bulan saat gaji belum turun. Fatma kelimpungan. Ia lantas mencari pinjaman pada rekan-rekannya. Dan ketika pinjaman online lunas, lagi-lagi ia menyambut tawaran untuk kembali berutang.

“Mereka kasih tawaran lagi. Tapi (nominal tidak naik seperti sebelumnya), tetap Rp 1 juta dan harus pulangin Rp 1,4 juta,” kata Fatma.

Ia tak berpikir lebih jauh soal kerugian, misal kenapa pinjaman dengan jumlah serupa?Rp 1 juta?jadi harus dikembalikan dengan bunga lebih tinggi? Dulu Rp 1,25 juta, kini Rp 1,4 juta. Bunga melonjak ke kisaran 40 persen.

“Saya nggak pikir panjang, karena saya sudah punya utang sama teman, dan waktu itu juga sudah tanggung bulan, (butuh uang) buat transport,” ujar Fatma.

Ia ambil lagi tawaran itu, dan kembali kalang kabut saat utang lagi-lagi jatuh tempo di tengah bulan. Fatma pun membuka aplikasi pinjaman online lainnya untuk menutup utang di aplikasinya yang pertama. Jerat setan itu kian sempurna.

Saya berpikirnya, gimana cara melunasi utang (di pinjaman online)? Gimana supaya uang bisa keluar (dipinjam) lagi (untuk lunasi utang sebelumnya). "Fatmawati, nasabah pinjaman online"

Aplikasi pinjaman online kedua yang digunakan Fatma, ia ketahui dari pesan singkat. Aplikasi itu kerap berkirim SMS padanya untuk menawari pinjaman.

Fatma terus gali lobang tutup lobang sampai total menggunakan empat aplikasi pinjaman online. Chaos pun datang.

Dua hari jelang salah satu utangnya di pinjol jatuh tempo, aplikasi pemberi pinjaman itu mengirimkan pesan pemberitahuan ke seluruh nomor kontak miliknya bahwa ia punya utang. Fatma kehilangan muka.

“Saya langsung kaget, satu kantor tahu kalau saya punya utang di aplikasi fintech lending,” kata Fatma. Bukan cuma itu, si penagih utang menelepon Fatma 5-10 kali setiap harinya ke nomor kantor dan meneriaki ia maling.

Fatma ditegur atasannya dikantor, diberondong pertanyaan dari keluarga di kampung halaman, dan diprotes kawan-kawannya. Ia seolah jatuh begitu dalam.

“Saya depresi. Kerja takut, keluar rumah takut, ngapa-ngapain takut. Malu banget.”

Tak berhenti sampai di situ, Fatma juga menerima pelecehan dari penagih utang. “Dia bilang, ‘Pokoknya lu bugil aja, telanjang, nari-nari, nanti gua anggap utang lu lunas’. Itu membuat saya tertekan sekali,” tuturnya lirih.

Fatma bukan satu-satunya korban jerat setan pinjaman online. Ada pula Larasati (nama samaran) yang berniat jual ginjal hingga bunuh diri demi lepas dari teror penagih utang, Sundari (juga nama samaran) yang dipecat dari pekerjaannya sebagai guru karena dering telepon terus-menerus dari debt collector, dan 280 orang lainnya.

Ya, sedikitnya 280 orang telah terjerat pinjaman online, dengan banyak kasus serupa Fatma: gali lobang tutup lobang dengan menggunakan sejumlah aplikasi pinjol sekaligus.

Ada korban lain yang pakai sampai 35 aplikasi pinjaman online."Larasati, nasabah pinjaman online"

Para korban pinjaman online kemudian bertemu dan berbagi cerita, dan mencoba mencari cara untuk lepas dari cekikan utang dan teror debt collector. Mereka melapor ke Polda Metro Jaya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.

Ratusan pelapor itu menghasilkan 10 pengaduan ke LBH Jakarta. “Dari Mei sampai 2 November, sudah ada 10 pengaduan. Enggak semua pengadu datang atas nama diri sendiri, tapi juga atas nama kelompok,” ujar Jeanny Silvia Sari Sirait, pengacara publik bidang perkotaan dan masyarakat urban di LBH Jakarta, kepada Rekan Media.

Banyaknya laporan dari nasabah pinjaman online membuat LBH Jakarta membuka posko pengaduan, baik secara online maupun offline hingga 25 November. Menurut Jeanny, persoalan pinjol berpusar pada bunga yang tinggi, perjanjian yang tak jelas di awal, dan proses penagihan yang mengintimidasi.

“Ada yang perhitungannya sangat enggak jelas?ada bunga, ada denda, ada provisi (biaya administrasi), tapi tidak ditentukan di awal. Itu persoalan bunga. Terus persoalan penagihan: teror, intimidasi, ancaman, fitnah, dan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada si peminjam, tapi juga kepada kerabatnya,” papar Jeanny.

Praktik-praktik penagihan yang meneror, mengancam, dan melecehkan itu merupakan pelanggaran pidana. Hal lain yang bisa termasuk pidana ialah soal pengambilan, pengumpulan, dan penggunaan data pribadi nasabah.

Menurut Jeanny, peraturan terkait pinjaman online di Indonesia tidak cukup mumpuni. “Bolongnya ada di aturan dan sistem yang melindungi konsumen. Aturan ada tapi sistem nggak mumpuni dan pengawasan nggak baik, tentu jadi soal kan?”

Selain itu, ujar Jeanny, aplikasi pinjol yang bermasalah nyatanya tak pandang bulu?melibatkan baik yang terdaftar di OJK maupun yang tidak terdaftar.

Sayangnya Jeanny belum mau merinci data aplikasi pinjaman online mana saja yang dilaporkan para nasabah. Publikasi data tersebut menunggu posko pengaduan di LBH Jakarta ditutup akhir November.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengklaim bahwa kasus-kasus yang marak seputar fintech lending nakal tidak melibatkan para anggotanya.

“Mereka itu penyelenggara pinjaman online yang ilegal, tidak terdaftar di OJK, bukan anggota asosiasi. Jadi kalau ilegal ya melawan hukum. Tugas penegak hukum (untuk menangani),” kata Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua AFPI sekaligus CEO Dompet Kilat, dalam konferensi pers di Kota Kasablanka, Selasa (6/11), dua hari setelah LBH Jakarta membuka posko pengaduan.

Asosiasi menegaskan, aplikasi pinjol yang terdaftar di OJK dan menjadi anggota AFPI harus mematuhi sejumlah aturan, misalnya wajib mengantongi sertifikasi ISO 27001 terkait perlindungan data nasabah hingga mematuhi larangan mengakses galeri foto.

Saya izinkan mereka (aplikasi pinjol) untuk mengakses kontak dan mengakses galeri. Kalau nggak diklik “yes”, uang nggak cair.

Demi menjawab tudingan bahwa aplikasi pinjaman online tak ubahnya lintah darat, AFPI pun menetapkan batas maksimal penerapan pagu biaya tak lebih dari 100 persen nilai pokok.

“Kami sendiri juga heran, kok bisa men-charge bunga sampai 3-4 kali lipat. Itu bukan kami. Kami nggak seperti itu. Kami bukan orang yang mau menyusahkan orang lain,” ujar Sunu kepada Media usai konpers.






Tulis Komentar