Aqua Diduga Bukan dari Mata Air Pegunungan, Mafirion: Ini Pelanggaran HAM dan Hak Konsumen

KILASRIAU.com, JAKARTA -Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, menyoroti temuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam inspeksi mendadak (sidak) yang menemukan bahwa air kemasan bermerek Aqua ternyata tidak bersumber dari mata air pegunungan alami, melainkan dari sumur bor.

Menurut Mafirion, persoalan tersebut bukan sekadar urusan bisnis atau pelanggaran etika, tetapi juga dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

“Ketika sebuah perusahaan mengiklankan produknya seolah-olah berasal dari air pegunungan alami, padahal faktanya dari air sumur bor, itu jelas merupakan bentuk iklan menyesatkan (misleading advertisement). Masyarakat berhak tahu kebenaran tentang apa yang mereka konsumsi,” tegas Mafirion di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Ia menambahkan bahwa hak untuk memperoleh informasi yang benar dan hak atas lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian dari HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 28F dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

“Poin pada pasal tersebut menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi, hidup sejahtera, serta menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat, termasuk pelayanan kesehatan. Kami melihat ada dugaan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mafirion mengutip Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat pernyataan menyesatkan tentang asal, jenis, mutu, komposisi, atau manfaat suatu barang/jasa. Pada Pasal 10 juga ditegaskan larangan memproduksi atau memasarkan barang yang tidak sesuai dengan keterangan pada label atau iklan.

“Tindakan produsen Aqua telah melanggar hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur,” ungkap Mafirion.

Ia menegaskan, hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen harus dijunjung tinggi.

“Jika fakta menunjukkan sumber air berbeda dari yang diklaim, maka ini pelanggaran serius terhadap hak konsumen,” tambahnya.

Selain aspek hukum, Mafirion juga menilai persoalan ini menyentuh dimensi etika bisnis dan keadilan sosial.

“Konsumen membayar lebih mahal karena percaya produk tersebut berasal dari mata air pegunungan yang dianggap lebih murni. Jika ternyata hanya air sumur bor, maka perusahaan telah mengeksploitasi kepercayaan publik,” tegasnya.

Menurut Mafirion, praktik semacam ini dalam jangka panjang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap iklan dan produk lokal.

“Negara tidak boleh diam terhadap praktik bisnis yang menyesatkan publik. Ini soal integritas informasi, hak konsumen, dan tanggung jawab sosial korporasi,” pungkasnya.






Tulis Komentar