Memahami Konsep Cinta Kepada Allah 'Mahabbah'

Ilustration

INHIL ,KILASRIAU.com -  Allah SWT merupakan tujuan tertinggi dan paling hakiki dalam kehidupan manusia di dunia ini. Karena itu, apa pun yang dilakukan haruslah berujung kepada tujuan tersebut. Salah satu caranya, yaitu dengan memahami konsep mahabbah (cinta) kepada Allah. Perasaan cinta tersebut harus diikuti dengan ketulusan untuk mengorbankan apa saja kepada-Nya.

Istilah mahabbah secara bahasa berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang berarti mencintai secara mendalam, khususnya kepada Allah. Jika umat Islam mencari mahabbah atau cinta murni ini, kemudian berhasil mencapainya ia akan dimuliakan oleh Allah SWT.

Secara istilah, mahabbah merupakan perasaan rindu dan senang yang istimewa terhadap sesuatu. Perasaan demikian menyebabkan seseorang terpusat kepadanya bahkan mendorong orang tersebut untuk memberikan yang terbaik. Mahabbah dapat pula berarti al-waduud, yakni yang sangat kasih atau penyayang.

Dalam pandangan tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah yang di dalamnya mengandung arti patuh kepada-Nya sekaligus membenci sikap yang melawan kepada-Nya. Dalam kehidupannya sehari-hari, ia juga berhasil mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali hanya Allah. Dalam kitab Mu'jam Al-Falsafi, Jamil Shaliba mengatakan, mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni benci.

Konsep mahabbah ini pertama kali dicetuskan oleh seorang sufi wanita terkenal, Rabi'atul Adawiyah. Menurutnya, mahabbah atau cinta yang suci murni tersebut lebih sempurna dari pada rasa takut (khauf) ataupun rasa pengharapan (raja') karena cinta yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa dari Allah kecuali ridha-Nya.

Tokoh tasawuf tersebut mengatakan, mahabbah merupakan cetusan dari perasaan rindu dan pasrah kepada-Nya sehingga Adawiyah sendiri rela mengorbankan seluruh hidupnya untuk mencintai Allah. Bahkan, begitu cintanya kepada Allah ia menolak untuk menikah selama hidupnya.

Cinta kepada Allah juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada seluruh alam semesta. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil syara', baik dalam Alquran maupun hadis yang menunjukkan tentang persoalan mahabbah.






Tulis Komentar