TELUK KUANTAN (KilasRiau.com) – Festival Pacu Jalur Tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, kembali memikat perhatian wisatawan mancanegara. Ribuan penonton dari berbagai daerah berbaur di Tepian Narosa, termasuk turis asing yang rela datang jauh-jauh untuk menyaksikan kemeriahan pesta rakyat terbesar di Riau tersebut.
Salah satunya adalah Mathias, wisatawan asal Prancis. Ia mengaku sengaja datang dan menetap di Kuansing hingga hari penutupan Pacu Jalur. Baginya, tradisi ini terlalu berharga untuk dilewatkan.
“Meski ada beberapa program lain yang waktunya bersamaan, saya batalkan. Pacu Jalur di Kuansing ini hanya berlangsung lima hari dalam setahun. Sayang sekali kalau dilewatkan,” ungkap Mathias, Kamis (21/8/2025).
Menurut Mathias, kesan pertamanya melihat Pacu Jalur sungguh luar biasa. Ia menilai tradisi ini unik dan memiliki keistimewaan tersendiri dibanding festival serupa di negara lain.
“Yang paling menarik tentu penari Togak Luan, benar-benar mengesankan. Pacu Jalur tiada duanya, tidak ada yang bisa dibandingkan,” tuturnya.
Selain lomba jalur, Mathias juga terpukau dengan suasana pesta rakyat yang menurutnya sangat spektakuler dan penuh kegembiraan. Ia merasakan keramahan masyarakat Kuansing yang membuatnya betah. “Saya bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, jadi terasa sangat akrab. Masyarakat di sini ramah dan sopan, mudah diajak bergaul,” katanya.
Tidak hanya itu, ia juga sudah mencoba kuliner khas Kuansing, salah satunya dodol lokal atau Gelamai. “Rasanya khas dan kemasannya unik. Ini makanan tradisional yang benar-benar berkesan,” ujarnya sambil tersenyum.
Turis lain, Legh asal Amerika, juga baru tiba pagi tadi dan langsung menyaksikan jalannya perlombaan. Meski baru pertama kali datang, ia merasakan euforia yang sama dengan Mathias. Namun, ia menilai ada hal yang bisa ditingkatkan agar wisatawan asing lebih nyaman.
“I think Pacu Jalur is amazing. The people are friendly, the atmosphere is full of joy, and the tradition is truly special. But for international visitors like me, it would be very helpful if there were local guides or special travel services to explore more sides of Kuansing,” ujar Legh dalam bahasa Inggris.
(“Saya pikir Pacu Jalur itu luar biasa. Orang-orangnya ramah, suasananya penuh kegembiraan, dan tradisinya benar-benar istimewa. Tapi untuk pengunjung internasional seperti saya, akan sangat membantu jika ada pemandu lokal atau layanan travel khusus untuk menjelajahi sisi lain Kuansing,” terjemahan redaksi).
Legh menambahkan, ia mendengar Kuansing memiliki potensi wisata lain seperti air terjun, cagar budaya, dan kawasan alam yang menarik untuk dikunjungi. Menurutnya, potensi itu sayang jika tidak digarap lebih serius untuk mendukung Pacu Jalur sebagai magnet pariwisata dunia.
Masukan tersebut langsung diamini oleh Mathias. Menurutnya, keberadaan pemandu wisata akan sangat membantu turis asing, terutama yang belum menguasai bahasa Indonesia. “Kalau saya sudah fasih berbahasa Indonesia, jadi mudah berkomunikasi. Tapi bagaimana dengan yang belum bisa, seperti teman kita Legh?” ujarnya sambil berseloroh.
Mathias sendiri berencana melanjutkan perjalanannya ke salah satu air terjun di Kuansing usai menghadiri kegiatan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Teluk Kuantan. Ia mengaku kerap mengunjungi sekolah-sekolah di Indonesia untuk memberikan motivasi belajar bahasa asing.
“Menurut saya, momen seperti Pacu Jalur ini sangat tepat untuk melatih kemampuan bahasa asing. Jika semakin banyak masyarakat Kuansing bisa berbahasa asing, maka akan semakin mudah berinteraksi dengan turis mancanegara,” pungkasnya.
Festival Pacu Jalur tahun ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga bukti bahwa Kuansing semakin dikenal di kancah internasional. Kehadiran wisatawan asing seperti Mathias dan Legh membuktikan bahwa Pacu Jalur mampu menjadi magnet pariwisata dunia, sekaligus peluang besar bagi Kuansing untuk terus meningkatkan sektor wisata dan keramahannya.*(ald)