Regulasi Daerah Mendesak untuk Amankan Potensi Karbon Inhil

Regulasi Daerah Mendesak untuk Amankan Potensi Karbon Inhil

KILASRIAU.com – Kabupaten Indragiri Hilir, yang dikenal memiliki ekosistem gambut dan mangrove terluas di Riau, menghadapi tantangan serius dalam isu perdagangan karbon. Meski wilayah ini berperan penting sebagai penyerap karbon dunia, hingga kini belum ada aturan jelas di tingkat daerah mengenai distribusi manfaat karbon.

Secara nasional, Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar hukum. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan hak masyarakat dalam mendapatkan manfaat lingkungan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur pembagian kewenangan, termasuk bidang lingkungan hidup. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi payung utama dalam pelaksanaan perdagangan karbon.

Namun, aturan-aturan tersebut masih belum secara tegas menjabarkan mekanisme distribusi manfaat karbon di tingkat kabupaten. Kondisi ini berisiko membuat daerah seperti Inhil hanya menjadi pelaksana teknis, tanpa memperoleh bagian ekonomi yang sepadan dengan upaya menjaga hutan, gambut, dan mangrove.

"Daerah seperti Inhil berada di garda depan menjaga ekosistem yang menyerap karbon dunia. Namun karena belum ada aturan distribusi di tingkat kabupaten, manfaat ekonomi dari karbon bisa saja tidak dirasakan masyarakat lokal. Ini yang kami khawatirkan,"   Zainal Arifin Hussein, Ketua Bangun Desa Payung Negeri (BDPN).

Zainal menegaskan, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir perlu segera menyiapkan regulasi lokal, baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup). Dengan demikian, kabupaten memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengelola potensi karbon sekaligus memastikan distribusi manfaat bagi masyarakat.