KILASRIAU.com - Di pesisir Indragiri Hilir, Provinsi Riau, hidup sebuah komunitas yang sejak berabad abad lalu menjalin harmoni dengan laut, rawa, dan mangrove. Orang luar kerap menyebut mereka Orang Laut, sebutan yang bagi masyarakat itu sendiri terasa mereduksi martabat.
Sebutan Duanu jauh lebih diinginkan mayoritas masyarakat, karena dinilai lebih menjunjung tinggi martabat dan kesamaan hak tanpa memandang rendah. Nama Duanu bukan sekadar label, melainkan simbol identitas, sejarah, dan harga diri sebuah komunitas yang telah hadir selama ratusan tahun. Menyebut mereka Duanu berarti mengakui keberadaan sekaligus menghormati identitas asli yang mereka junjung tinggi.
Bagi Duanu, mangrove bukan hanya pohon pesisir. Ia adalah benteng hidup, pelindung dari abrasi, sumber pangan, sekaligus penopang ekosistem. Dari akar bakau lahir ikan, udang, kepiting, dan kerang, sementara batang dan daunnya menjadi perisai alami menghadang intrusi air laut. Moto leluhur mereka, Hoyyu Barau buat betedoh, usah ditebang bia nyu tumboh, mengandung pesan sederhana namun dalam, mangrove harus tetap tumbuh, sebab kehidupan manusia pun bergantung padanya.
Kearifan lokal masyarakat Duanu tampak jelas dalam cara mereka memanfaatkan hasil laut. Dengan alat tradisional menongkah, mereka memanen kerang dan biota pesisir lainnya tanpa merusak lingkungan. Penggunaan alat tangkap modern yang merusak ekosistem mereka tolak. Bagi Duanu, praktik ini bukan sekadar tradisi, melainkan strategi konservasi yang terbukti menjaga keseimbangan ekologi, sekaligus menopang mata pencaharian.
Sayangnya, ancaman terhadap ruang hidup dan ekosistem pesisir kian terasa. Penebangan kayu bakau yang masif untuk kepentingan pembangunan dan perluasan lahan perkebunan, perlahan mengikis benteng alami ini. Masyarakat Duanu yang haknya masih terbatas, hanya bisa menyaksikan hutan mangrove, sumber kehidupan mereka, ditebangi. Meski demikian, mereka tetap teguh menjaga warisan leluhur, melakukan kampanye pelestarian, terlibat aktif dalam penanaman kembali bakau, serta menanamkan nilai nilai menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove kepada generasi berikutnya secara turun temurun. Namun tanpa pengakuan hak ulayat, semua upaya tersebut kerap kalah oleh derasnya tekanan pembangunan dan kepentingan ekonomi jangka pendek.