KILASRIAU.com — Pernyataan Bupati Indragiri Hilir H. Herman yang disampaikan dalam pengukuhan 193 kepala desa beserta Ketua Tim Penggerak PKK desa se-Kabupaten Inhil di Aula Gedung Engku Kelana, Tembilahan, Jumat, 29 Agustus 2025, dan kemudian beredar di berbagai media sosial, menyoroti kekayaan mangrove serta potensi blue carbon yang dimiliki daerah ini.
Pernyataan tersebut tidak bisa dipandang hanya sebagai ungkapan spontan. Sebaliknya, ia merupakan alarm politik-ekologis yang penting untuk dicermati.
Ketika Bupati menegaskan bahwa blue carbon adalah aset masa depan yang tak ternilai dan Inhil tidak boleh hanya menjadi penonton, hal itu mencerminkan adanya ketegangan serius dalam tata kelola karbon nasional.
Indragiri Hilir tercatat sebagai wilayah dengan kawasan mangrove terluas di Provinsi Riau. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional 2025, luasan mangrove di kabupaten ini diperkirakan mencapai sekitar 131.658 hektar. Angka ini menjadikan Inhil sebagai kawasan mangrove strategis, tidak hanya bagi ekologi lokal tetapi juga dalam konteks ekonomi karbon global.
Kerangka hukum mengenai perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Regulasi tersebut menegaskan bahwa seluruh kegiatan terkait perdagangan karbon wajib terdaftar dalam Sistem Registri Nasional (SRN) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.