KILASRIAU.com - Di pesisir Indragiri Hilir, Riau, komunitas maritim kerap disebut sebagai Orang Laut. Istilah ini telah lama digunakan sejak masa pemerintahan kolonial, akademisi, maupun masyarakat luar untuk menggambarkan kelompok pesisir yang menggantungkan hidup pada laut. Namun, bagi komunitas sendiri, istilah ini menjadi label eksternal yang melekat dalam sejarah relasi kekuasaan.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa komunitas Duanu tidak menolak identitas sebagai bagian dari Orang Laut, tetapi mereka menegaskan bahwa istilah itu sarat stigma. Label Orang Laut sering diasosiasikan dengan kemiskinan, nomadisme, keterbelakangan, atau sifat “liar”. Stigma inilah yang membuat komunitas merasa sulit menerima istilah tersebut sebagai representasi tunggal diri mereka.
Sebaliknya, komunitas menelusuri sejarah leluhur dan menemukan bahwa istilah Duanu adalah endonim yang diwariskan secara turun-temurun. Nama inilah yang kemudian dipertegas sebagai identitas utama karena lahir dari internal komunitas, tumbuh dari kebanggaan dan kehormatan. Dengan menyebut diri sebagai Duanu, mereka menegaskan martabat budaya sekaligus melakukan resistensi terhadap diskriminasi simbolik yang melekat pada label Orang Laut.
Secara fonetik, Duanu mirip dengan douane dalam bahasa Prancis (bea cukai), istilah serapan dari Belanda dan Italia dengan akar bahasa Arab dīwān (ديوان) daftar atau kantor administrasi) (Cohen, 1994; Oxford English Dictionary, 2020).
Perbedaan makna sangat jelas: bila douane mengatur jalur perdagangan, Duanu menjaga jalur laut, melestarikan ekologi pesisir, dan menjalankan peran leluhur sebagai nelayan serta penjaga laut Nusantara (Zainal, 2024).