KUANTAN HILIR SEBERANG, KUANSING - (KilasRiau.com) – Penolakan keras datang dari masyarakat Desa Pulau Beralo, Kecamatan Kuantan Hilir Seberang, Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Mereka menolak rencana pengukuhan Alfikri Harmal sebagai Kepala Desa. Suara lantang warga didasari pengalaman pahit masa kepemimpinan sebelumnya yang dinilai sarat praktik kolusi, nepotisme, hingga intimidasi.
Penolakan ini dituangkan dalam berita acara rapat warga yang digelar pada Rabu (13/8/2025). Salah satu tokoh masyarakat, yang enggan disebutkan namanya, menegaskan:
“Kami sudah cukup menderita ketika beliau menjabat dulu. Dana desa tidak jelas ke mana, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam keputusan penting. Kalau dia kembali menjabat, kami takut sejarah kelam itu akan terulang lagi,” ujarnya. Ahad (17/08/2025).
"Kami tidak ingin lagi dia sebagai Kepala Desa Kami," imbuhnya
Warga menyoroti adanya indikasi dinasti kekuasaan dalam tubuh pemerintahan desa. Alfikri disebut memiliki kedekatan erat dengan Alde Miardi (Ketua BPD), serta Sumardi, S.Pd (Mantan Pj Kades). Ketiganya dinilai sering tampil kompak dalam menguasai keputusan desa.
“BPD seharusnya menjadi pengawas, tapi faktanya justru jadi bagian dari lingkaran kekuasaan. Bagaimana bisa ada check and balance kalau Ketua BPD sendiri terlalu dekat dengan mantan kades?” ujar seorang warga Pulau Beralo saat dihubungi. Ahad (17/08/2025).
Lebih mengkhawatirkan lagi, muncul dugaan intimidasi yang dilakukan untuk membungkam suara kritis. Warga menuding Alfikri bersama lingkarannya kerap mengancam masyarakat.
Bukti rekaman video dan tulisan disebut sudah beredar. Seorang ibu rumah tangga, Ipusra mengaku pernah dihalangi menghadiri rapat desa.
“Kami dilarang ikut rapat, bahkan ditakut-takuti. Padahal kami hanya ingin menyampaikan aspirasi soal dana usaha. Kalau pemimpin begini, bagaimana desa mau maju?” keluhnya.
Dalam rapat tersebut, masyarakat Pulau Beralo merumuskan lima poin sikap tegas, antara lain:
- Menolak pengukuhan Alfikri Harmal sebagai Kepala Desa.
- Menolak pencalonannya di masa mendatang.
- Menolak Alde Miardi sebagai Ketua BPD.
- Mendesak Bupati Kuansing menunjuk Pj Kepala Desa yang netral.
- Menuntut investigasi aparat atas dugaan penyalahgunaan dana desa selama Alfikri menjabat.
Situasi ini menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah. Penolakan warga memperlihatkan adanya ketidakpercayaan mendalam terhadap mantan pemimpin desa. Jika aspirasi masyarakat diabaikan, dikhawatirkan akan muncul gejolak sosial yang lebih luas.
“Kami hanya ingin pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan adil. Kalau suara masyarakat tidak didengar, lalu siapa lagi yang akan melindungi kami?” tutup salah satu tokoh masyarakat setempat.
Penolakan warga Pulau Beralo ini sekaligus menjadi cermin buram demokrasi desa, ketika jabatan kepala desa masih rawan dijadikan arena kepentingan keluarga dan kelompok tertentu.*(team)