KILASRIAU.com – Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, yang dikenal sebagai “negara kelapa” dengan luas kebun kelapa mencapai 423.934 hektare, kini menghadapi krisis ekologi serius akibat kerusakan hutan mangrove.
Kondisi ini mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakat pesisir yang bergantung pada sektor perkebunan dan perikanan.
Berdasarkan data Eco Nusantara dan BDPN, sekitar 75 ribu hektare kebun kelapa di Inhil telah terdampak intrusi air laut. Dengan nilai ekonomi rata-rata Rp30 juta per hektare per tahun, kerugian masyarakat diperkirakan mencapai Rp2,25 triliun setiap tahun.
Kerusakan terbesar tercatat di Desa Kuala Selat, di mana 144 keluarga kehilangan mata pencaharian karena kebun kelapa mati total. Data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) juga mengungkap hilangnya ribuan hektare daratan pesisir, termasuk di Dusun Sungai Bandung, akibat kenaikan permukaan laut dan kerusakan tanggul.
“Mangrove adalah benteng alami yang melindungi kebun kelapa dan lahan pertanian dari abrasi serta intrusi air laut. Jika benteng ini rusak, seluruh sistem sosial-ekonomi ikut runtuh,” kata Zainal Arifin Hussein, Dosen Universitas Islam Indragiri (UNISI) sekaligus pemerhati lingkungan.