Hari Bhayangkara ke-79: Komitmen Polres Indragiri Hilir dalam Mewujudkan Polri yang Presisi dan Humanis

Hari Bhayangkara ke-79: Komitmen Polres Indragiri Hilir dalam Mewujudkan Polri yang Presisi dan Humanis
 H. Andi Muhammad Ramadhani Penulis dan Pemerhati Sosial Keagamaan, Anggota ICMI Orda Inhil.

KILASRIAU.com - Tepat pada tanggal 1 Juli 2025, Kepolisian Negara Republik Indonesia memperingati Hari Bhayangkara yang ke-79. Momentum ini bukan sekadar upacara seremonial tahunan, tetapi menjadi titik refleksi mendalam atas perjalanan panjang Polri sebagai institusi penegak hukum dan penjaga keamanan di negeri ini. 

Di tengah tuntutan zaman yang semakin kompleks, kehadiran Polri yang profesional, humanis, dan adaptif menjadi kebutuhan mutlak bagi terciptanya stabilitas bangsa.

Polres Kabupaten Indragiri Hilir sebagai bagian integral dari institusi Polri, terus bertransformasi dalam menjawab tantangan dan ekspektasi masyarakat. Dengan mengusung semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan), berbagai program pelayanan berbasis masyarakat mulai digencarkan. Kehadiran program seperti Jumat Curhat, patroli dialogis, penyuluhan hukum ke sekolah-sekolah, hingga keterbukaan informasi publik adalah sebagian dari upaya mempererat hubungan antara polisi dan rakyatnya.

Komitmen ini mendapat pengakuan langsung dari pucuk pimpinan Polri. Pada peringatan Hari Bhayangkara ke-79, Kapolres Indragiri Hilir menerima piagam penghargaan Pelayanan Prima dari Kapolri atas inovasi dan dedikasi jajarannya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Ini bukan hanya menjadi kebanggaan internal institusi, tetapi juga merupakan bukti nyata bahwa kerja keras, keterbukaan, dan pendekatan humanis mendapat tempat dan apresiasi di tingkat nasional.

Namun demikian, refleksi tetap dibutuhkan. Masyarakat tentu berharap agar seluruh jajaran Polres Inhil terus menjaga integritas, mempercepat penanganan laporan warga, serta menumbuhkan empati dalam pelayanan. Kritik dan saran hendaknya tidak dipandang sebagai bentuk penolakan, melainkan sebagai energi koreksi untuk perbaikan institusi ke depan. Sebab pada hakikatnya, kepercayaan publik adalah modal utama yang tak dapat dibeli dengan atribut, melainkan harus dibangun dengan kesungguhan dan keteladanan.