KILASRIAU.com - Keberadaan Penjabat Kepala Daerah (Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota) di era pilkada serentak tahun 2024 tidak terlepas dari dampak kekosongan jabatan kepala daerah difinitif akibat penetapan kebijakan pelaksanan pilkada serentak di tahun 2024 maka ditunjuk oleh pemerintah pusat seorang penjabat kepala daerah bagi daerahnya yg telah berakhir masa jabatan kepala daerah definitif.
Ketentuan tersebut tercantum dalam UU no 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, pada ketentuan Pasal 201 ayat (9) yang menyebutkan “Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023, diangkat Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak pada tahun 2024.”
Berapa lama masa jabatan Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati serta Penjabat Walikota? Ketentuan mengenai masa jabatan Penjabat Kepala Daerah tersebut dapat di temukan dalam Permendagri Nomor 4 tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota, dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) untuk Penjabat Gubernur dan ketentuan Pasal 14 ayat (1) untuk Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota yaitu masa jabatanya selama 1 Tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun berikutnya.
Masa jabatan tersebut dapat di kecualikan apabila seorang Penjabat Gubernur, ketentuannya terdapat pada Pasal 8 ayat (2) dan untuk Penjabat Bupati serta Penjabat Walikota ketentuan pengecualian terdapat di dalam Pasal 14 ayat (2) apabila di simpulkan pengecualian masa jabatan Penjabat Kepala Daerah tersebut sebagai berikut: Pertama, menindaklanjuti hasil evaluasi menteri berdasarkan kinerja Penjabat Kepala Daerah baik Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati serta Penjabat Waikota. Kedua, ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pidana. Ketiga, memasuki batas usia pensiun. Keempat, menderita sakit yang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal yang di buktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang. Kelima, menundurkan diri. Keenam, tidak diketahui keberdaannya yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepolisian atau pejabat yang berwenang; dan/atau. Ketujuh, meninggal dunia.
Jika membahas pengcualian masa jabatan Penjabat Kepala Daerah tersebut khususnya pada poin kelima penulis mempunyai penafsiran mengacu pada teorI Interpretasi Garamatikal mengenai dimungkinkan Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati serta Penjabat Walikota diperbolehkan mengundurkan diri sepanjang bukan karena alasan mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi kepala dearah, sebab dalam ketentuan UU No 10 tahun 2016 terdapat ketentuan di dalam penjelasan Pasal 201 ayat 2 huruf q yang menyatakan “Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota mengundurkan diri untuk mencalonkan diri menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota”. maka jika dengan alasan mengundurkan diri untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah mestinya ada pejabat di tingkat atasannya harus mencegah bukan malah menganjurkan untuk mengundurkan diri.