TELUK KUANTAN (KilasRiau.com) – Proses penyetaraan jabatan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi terus menjadi sorotan publik. Berdasarkan petikan Keputusan Bupati Kuantan Singingi Nomor 821/BKPP-02/502 tertanggal 31 Desember 2021, ditemukan adanya pergeseran jabatan yang dinilai tidak sepenuhnya linier antara jabatan administrasi dan jabatan fungsional.
Salah satu contoh tercatat atas nama Erick Maison Putra, SE, M.Si, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial pada Dinas Sosial, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) Kuansing. Dalam keputusan tersebut, Erick disetarakan menjadi Pekerja Sosial Ahli Muda.
Secara rumpun, jabatan lama dan baru memang sama-sama berada dalam bidang sosial dan kesejahteraan masyarakat. Namun secara fungsi, keduanya berbeda cukup mendasar. Jabatan sebelumnya berorientasi pada tugas administrasi dan manajerial, sedangkan jabatan baru bersifat teknis fungsional, dengan fokus pada asesmen serta intervensi sosial di lapangan.
Pengamat kebijakan publik, Junaidi Affandi, Ketua LSM Permata Kuansing, menilai penyetaraan semacam ini memang sah secara administrasi selama masih dalam rumpun jabatan yang sama, sebagaimana diatur dalam kebijakan nasional penyederhanaan birokrasi ASN. Namun, menurutnya, dari sisi substansi pekerjaan, terjadi pergeseran dari jabatan pengelola program menjadi jabatan pelaksana teknis, yang berpotensi menimbulkan ketidaksesuaian dalam praktik kerja maupun pola karier ASN.
“Erick itu tidak layak di posisinya sekarang karena tidak berkompeten. Meski bergelar magister, ia belum memiliki sertifikasi di bidang tersebut,” ujar Junaidi kepada KilasRiau.com, Kamis (23/10/2025).
Ia mempertanyakan dasar pertimbangan pemerintah daerah dalam menetapkan penyetaraan itu. “Mengapa bukan yang benar-benar berkompeten di bidangnya yang menduduki posisi dimaksud? Padahal keputusan bupati tersebut jelas dan tertulis,” tambahnya.
Sejumlah sumber internal Pemkab Kuansing juga mengungkapkan bahwa sebagian ASN yang disetarakan belum sepenuhnya memiliki latar belakang pendidikan maupun pengalaman teknis sesuai jabatan barunya. Akibatnya, meski kebijakan ini dinilai efisien secara struktur, efektivitas kinerja justru berpotensi menurun.
Kebijakan penyetaraan jabatan ASN sendiri merupakan tindak lanjut Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor B/165/M.SM.02.03/2021, yang mendorong pengalihan jabatan struktural ke jabatan fungsional dalam rangka memperkuat efisiensi birokrasi. Namun, implementasinya di daerah masih menyisakan tanda tanya besar soal kelinieran jabatan dan relevansi kompetensi ASN yang disetarakan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kuansing belum memberikan keterangan resmi terkait pertimbangan teknis dalam proses penyetaraan tersebut, meski sudah berulang kali dikonfirmasi. Baik Kepala BKPP, Kepala Bidang Administrasi Kepegawaian, maupun Kepala Dinsos PMD belum dapat dimintai tanggapan.*(ald)