KOTO SENTAJO (KilasRiau.com) – Malam itu, lampu-lampu sederhana menggantung di langit-langit balai. Cahaya temaram menyapu lantai kayu yang berderit pelan setiap kali diinjak. Dari kejauhan, terdengar hentakan kaki para pesilat muda, berpadu dengan tabuhan gendang yang mengiringi setiap gerakan. Keringat mengalir, napas terengah, namun semangat mereka tak pernah surut.

Inilah suasana yang segera kembali menghidupkan Balai Pondam Silek Pandekar Batuah setelah selesai direnovasi. Bangunan kebanggaan masyarakat Dusun Gontiang ini kini tampak lebih kokoh dan indah dengan cat kuning cerah berpadu hitam, hasil pemanfaatan Dana Desa Koto Sentajo.
Plh Kepala Desa Koto Sentajo, Bahmada, AMd, menyampaikan rasa syukur atas rampungnya renovasi ini. “Balai ini bukan hanya tempat latihan silek, tapi juga pusat kegiatan budaya kita. Kami berharap generasi muda bisa lebih bersemangat menekuni silek, karena di dalamnya ada nilai disiplin, hormat, dan persaudaraan,” ujarnya.
Bagi masyarakat Kuantan Singingi, silek bukan sekadar seni bela diri. Ia adalah warisan leluhur, jalan hidup, sekaligus pedoman adat. Di balai inilah, generasi muda ditempa bukan hanya untuk menguasai gerakan, tetapi juga membangun sikap, mental, dan nilai kebersamaan.
Para tokoh adat kerap duduk di tepi balai, menyaksikan dengan mata berbinar. Mereka mengenang masa mudanya ketika berlatih di tempat yang sama. Pesan yang selalu diwariskan sederhana namun dalam: “Silek itu bukan hanya untuk bertarung, tapi untuk menjaga diri, menjaga marwah, dan menjaga negeri.”

Kini, dengan wajah baru yang lebih tertata, Balai Pondam Silek Pandekar Batuah siap kembali menjadi ruang kebersamaan. Sebuah tempat di mana budaya tetap hidup, dan warisan leluhur tak akan lekang dimakan zaman.*(ald)