Tari Sombah Cerano: Doa, Kehormatan, dan Warisan Abadi dari Kuantan Singingi

KUANTAN SINGINGI (KilasRiau.com) – Setiap daerah memiliki simbol budaya yang merepresentasikan jati diri masyarakatnya. Di Kuantan Singingi, simbol itu tidak hanya hadir dalam bentuk tugu atau bangunan, tetapi juga dalam gerak, musik, dan doa yang mengalun di panggung pertunjukan. Tari Sombah Cerano adalah wujudnya—sebuah karya monumental yang lahir dari tangan dingin Epi Martison, budayawan besar Indonesia yang telah mengharumkan nama negeri.

 

Awal Lahirnya Sebuah Simbol

Tari Sombah Cerano diciptakan di masa awal berdirinya Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Kala itu, sebagai daerah baru, Kuansing membutuhkan simbol budaya yang mampu mewakili identitas masyarakatnya. Epi Martison, seniman yang telah lama menekuni musik tradisional, tari, dan seni pertunjukan, merasa terpanggil untuk melahirkan sebuah karya yang bukan hanya indah ditonton, tetapi juga penuh makna.

“Kuansing tidak boleh hanya dikenal dengan alamnya. Ia juga harus punya simbol budaya yang hidup, yang bisa kita bawa ke mana pun. Dari situlah saya mulai mencipta Tari Sombah Cerano,” ujar Epi Martison dalam salah satu kesempatan berbincang dengan media.

Proses kreatif itu melibatkan pencarian simbol-simbol adat, gerak tari, hingga musik yang mencerminkan falsafah hidup masyarakat Kuansing. Pedang dipilih sebagai lambang pagar negeri, sementara carano dengan sekapur sirih dijadikan simbol penghormatan dan persaudaraan.

 

Debut Bersejarah di TMII Jakarta

Kelahiran Tari Sombah Cerano tidak berhenti di Kuansing. Tarian ini pertama kali ditampilkan di panggung nasional, tepatnya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, dalam paket khusus Anjungan Provinsi Riau.

Debut ini menjadi sejarah penting. Untuk pertama kalinya, Kuansing yang masih muda sebagai kabupaten tampil percaya diri mempersembahkan identitas budayanya kepada Indonesia. Tari Sombah Cerano hadir sebagai wajah Kuansing, disaksikan oleh ribuan pasang mata dari berbagai penjuru negeri.

“Waktu itu, saya ingin orang tahu bahwa Kuansing punya warisan yang tak kalah dari daerah lain. Tari Sombah Cerano adalah bukti bahwa kita punya jati diri,” jelas Epi.

 

Lebih Tua dari Tugu Cerano

Fakta menarik, Tari Sombah Cerano tercipta lebih dahulu daripada Tugu Cerano, ikon fisik yang kini berdiri kokoh di pusat Kota Teluk Kuantan. Jika Tugu Cerano menjadi lambang visual yang bisa dilihat setiap hari, maka Tari Sombah Cerano adalah simbol hidup yang hanya bisa dirasakan melalui gerak dan musik.

Dua simbol ini saling melengkapi: tugu sebagai penanda permanen, tarian sebagai warisan yang bergerak dari generasi ke generasi.

 

Makna Filosofis di Balik Gerak

Pertunjukan Tari Sombah Cerano terdiri atas dua unsur utama yang sama-sama kuat.

Penari pria dengan pedang. Gerakan mereka tegas, penuh energi, mencerminkan semangat menjaga marwah negeri. Pedang menjadi lambang pagar negeri dan tameng pelindung, sebagai penegasan bahwa masyarakat Kuansing selalu siap menjaga keamanan dan kehormatan, sekaligus memberikan rasa aman bagi para tamu yang datang.

Penari wanita dengan carano. Gerakan mereka lembut, gemulai, penuh keanggunan. Carano berisi sekapur sirih kemudian dipersembahkan kepada tetamu sebagai tanda penghormatan, persaudaraan, dan doa kebaikan. Filosofi ini memperlihatkan keramahan dan ketulusan masyarakat Kuansing dalam menerima siapa pun yang datang.

Kombinasi dua unsur ini menghadirkan keseimbangan: ketegasan dan kelembutan, kekuatan dan keramahan, perlindungan dan penghormatan. Inilah wajah sejati Kuantan Singingi.

 

Jejak Epi Martison di Dunia Seni

Nama Epi Martison bukan hanya dikenal di Kuansing, tetapi juga di Indonesia bahkan dunia internasional. Ia kerap memimpin delegasi seni Indonesia ke luar negeri, memperkenalkan musik tradisional, koreografi, dan karya inovatif yang tetap berakar pada tradisi.

Sebagai seniman, Epi dikenal mampu menggabungkan instrumen tradisional, bunyi alam, dan sentuhan modern. Dalam Tari Sombah Cerano, ia tidak hanya menciptakan koreografi, tetapi juga merancang musik pengiringnya. Semua tercipta dalam satu visi artistik yang utuh.

“Epi itu maestro sejati. Ia bisa memadukan banyak unsur seni, tapi tetap menjaga nilai adat yang kita miliki,” ungkap Buyung (Asrul Muda), seorang tokoh Seni Teater Kuansing.

 

Dari Seremonial ke Identitas

Kini, Tari Sombah Cerano tidak hanya ditampilkan di TMII atau acara khusus. Tarian ini telah menjadi bagian dari setiap penyambutan tamu agung di Kuantan Singingi, baik pejabat daerah, nasional, maupun tamu dari luar negeri.

Setiap kali dipentaskan, tarian ini bukan sekadar hiburan seremonial, melainkan doa dan penghormatan. Penonton tidak hanya menikmati gerak dan musik, tetapi juga merasakan filosofi yang terkandung di dalamnya.

“Bagi kami, setiap kali Tari Sombah Cerano ditampilkan, itu berarti doa telah dinaikkan, penghormatan telah diberikan, dan jati diri telah ditegaskan,” ujar Dr. Mardianto Manan, M.T (Datuk Rajolelo Bangun), seorang ninik mamak Kuansing.

"Ninik mamak harus memberikan bekal pada anak kemenakan tentang tarian ini. Kalau perlu di perda kan," imbuhnya.

 

Pelestarian dan Regenerasi

Seiring waktu, tantangan pelestarian budaya semakin besar. Modernisasi dan gempuran budaya luar membuat banyak tradisi tergerus. Namun, Tari Sombah Cerano tetap bertahan, karena dijaga melalui sanggar seni, sekolah, dan komunitas budaya di Kuansing.

Generasi muda kini mulai mempelajari tarian ini, baik sebagai bagian dari ekstrakurikuler di sekolah maupun pelatihan di sanggar. Pemerintah daerah juga rutin menggelar festival budaya, di mana Tari Sombah Cerano selalu menjadi pembuka yang ditunggu-tunggu.

“Ini bukan hanya tarian, tetapi warisan. Kita harus terus menjaga agar generasi berikutnya tetap bangga menarikan dan memahaminya,” tegas Ronaldo Rozalino, S.Sn., M.Pd, salah satu penggiat seni muda Kuansing.

 

Warisan Abadi untuk Negeri

Hari ini, lebih dari dua dekade setelah kelahirannya, Tari Sombah Cerano tetap hidup. Ia telah menjadi simbol kehormatan Kuantan Singingi, sekaligus salah satu identitas budaya Indonesia.

Dari tangan Epi Martison, lahirlah karya yang akan terus abadi, bukan hanya karena gerak dan musiknya, tetapi karena nilai luhur yang dikandungnya. Tari Sombah Cerano adalah doa, penghormatan, dan kebanggaan yang akan diwariskan kepada generasi demi generasi.

Sebagaimana yang pernah dikatakan Epi Martison,

“Tari Sombah Cerano adalah wajah Kuansing. Selama tarian ini tetap ditampilkan, maka selama itu pula jati diri negeri ini akan hidup.” *(ald)


Baca Juga