Bukan Panggung Seremonial: Reses Penutup H. Asril, SH Diwarnai Permintaan Fogging dan Jeritan Pengangguran

Siak, KILASRIAU.com – Rangkaian Reses Masa Sidang III Tahun 2025 Anggota DPRD Kabupaten Siak, H. Asril, SH resmi ditutup pada hari Selasa dengan menyambangi dua titik di Kelurahan Perawang, Kecamatan Tualang. Kegiatan berlangsung di pagi hari di Jalan Pelajar RT 12 RW 02 dan dilanjutkan pada sore hari di Jalan Industri, tepatnya di belakang Polsek Tualang, Selasa (29/7/2025).

Meski menjadi hari terakhir, reses tetap disambut antusias oleh warga. Aspirasi yang disampaikan mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat, mulai dari beasiswa untuk sekolah kedinasan, persoalan sarjana menganggur, hingga kondisi lingkungan seperti lampu jalan, jalan rusak, dan permintaan fogging.

Di titik pertama, warga menyoroti tantangan dalam mengakses beasiswa bagi anak-anak yang berkuliah di sekolah kedinasan. Ibu Sekar, salah satu warga, mengeluhkan ketentuan syarat beasiswa yang dinilai tidak realistis. Menurutnya, batas minimal IPK 3,2 dari Pemerintah Kabupaten Siak sulit dicapai oleh mahasiswa sekolah kedinasan karena sistem akademiknya yang jauh lebih ketat dibanding kampus reguler.

“Anak saya sekolah di kedinasan, dan katanya, satu kelas cuma lima orang yang bisa dapat IP 3,0. Kalau syaratnya 3,2, anak kami selamanya tidak akan dapat beasiswa. Tolong ditinjau kembali,” keluhnya dengan penuh harap.

Menanggapi hal tersebut, H. Asril, SH menyatakan keprihatinannya dan siap memperjuangkan evaluasi terhadap kebijakan beasiswa tersebut.

“Saya paham sekali kondisi anak-anak kita di sekolah kedinasan. Sistemnya memang lebih berat. Saya akan sampaikan langsung ke Dinas Pendidikan agar syarat beasiswa bisa ditinjau ulang dan lebih berpihak,” ujarnya serius.

Keluhan lain datang dari Sonia, yang menyoroti banyaknya sarjana di lingkungan mereka yang masih menganggur, termasuk anaknya sendiri.

“Anak saya sudah lulus, tapi belum juga dapat kerja. Bukan satu dua, banyak juga tetangga yang nasibnya sama,” ungkapnya.

H. Asril menilai ini sebagai persoalan struktural yang harus ditangani melalui sinergi lintas sektor.

“Ini masalah yang tidak bisa kita anggap biasa. Kita harus dorong program pelatihan, pemberdayaan, dan link ke dunia kerja. Saya akan suarakan ini dalam pokok-pokok pikiran (pokir) agar solusi nyata bisa hadir,” tegasnya.

Di titik penutup reses, suasana tetap hangat dan terbuka. Warga secara langsung menyampaikan aspirasi terkait kondisi lingkungan yang memprihatinkan. Ibu Yanti menyampaikan keluhan tentang minimnya lampu penerangan jalan. Menurutnya, kegelapan di malam hari tidak hanya menyulitkan aktivitas, tapi juga menimbulkan rasa tidak aman, terutama bagi anak-anak dan ibu-ibu.

“Dari simpang ke arah gang kami gelap semua, Pak. Kami takut kalau jalan malam, apalagi anak-anak masih suka ke masjid atau ngaji,” ujarnya.

Menanggapi itu, H. Asril menegaskan bahwa penerangan jalan adalah bagian dari pelayanan dasar pemerintah yang harus segera dipenuhi.

“Lampu jalan itu bukan hanya soal penerangan, tapi juga soal rasa aman. Saya sudah komunikasi dengan Dishub. Mereka siap bantu asal tiangnya tersedia. Kita akan cari solusinya, bahkan jika perlu menggandeng perusahaan swasta,” jelasnya.

Selain itu, kondisi jalan gang yang rusak parah juga menjadi keluhan utama warga. Gang yang setiap hari digunakan warga, terutama anak-anak sekolah dan pekerja, sudah lama tidak diperbaiki.

“Kalau hujan, jalanan jadi licin dan becek. Kami mohon ada semenisasi walau sedikit-sedikit,” tambah Ibu Yanti.

Menanggapi itu, H. Asril berjanji akan memasukkan perbaikan gang ke dalam anggaran pokok-pokok pikirannya sebagai anggota DPRD.

“Untuk semenisasi gang, kita akan masukkan ke pokir saya. Ini infrastruktur dasar yang langsung menyentuh kebutuhan warga, dan sudah waktunya jadi prioritas,” katanya.

Tak kalah penting, Budi Arianto mengusulkan agar lingkungan mereka segera dilakukan fogging. Ia menyampaikan bahwa nyamuk sudah mulai merebak dan beberapa warga menunjukkan gejala demam.

“Kalau bisa Pak, kami minta fogging. Nyamuk sudah banyak, takutnya nanti ada yang kena DBD,” ujarnya.

H. Asril menyambut baik usulan tersebut dan menyatakan bahwa ia akan segera menindaklanjuti ke dinas terkait.

“Ini soal kesehatan dan keselamatan warga. Saya akan langsung hubungi Dinas Kesehatan atau pihak Pukesmas agar bisa dijadwalkan fogging secepatnya di wilayah ini,” ungkapnya.

Reses bukan sekadar kewajiban konstitusional, tapi jembatan antara suara rakyat dan wujud nyata kebijakan. Dalam lima hari perjalanan menyapa warga Kecamatan Tualang, H. Asril, SH tidak hanya hadir secara fisik ia hadir dengan hati yang mendengar, mencatat, dan berkomitmen untuk bertindak. Bagi H. Asril, setiap keluhan bukan sekadar data, melainkan cerita yang harus diperjuangkan dengan langkah nyata.

“Saya tidak datang membawa janji, tapi saya pulang membawa tanggung jawab. Setiap suara yang saya dengar hari ini akan menjadi bahan perjuangan di ruang rapat, di kantor dinas, dan jika perlu sampai ke meja Bupati,” tegasnya.

Di tengah harapan yang besar dari masyarakat, reses ini menjadi pengingat bahwa pembangunan bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal keadilan, keberpihakan, dan keberanian untuk mendengar. Karena pada akhirnya, tugas seorang wakil rakyat bukan hanya mengisi kursi, tapi mengisi harapan warganya.


Baca Juga