Kebangkitan Wall Street dan Nasib Ekonomi Indonesia: Mampukah Bertahan?

KILASRIAU.com  - Pada Kamis lalu, Donald Trump kembali menjadi sorotan saat hadir di Wall Street untuk membunyikan bel pembukaan perdagangan pasar saham. Meski jarang tampil di publik sejak kemenangannya dalam Pemilu Presiden AS, kehadiran ini menjadi pengingat pengaruhnya terhadap opini pasar. 

Mengapa euforia pasar saham begitu besar selama Trump mencalonkan diri, dan apakah fenomena ini berdampak pada Indonesia?

Selama kampanye kepresidenannya di 2024, Trump memanfaatkan kebijakan pro-bisnis, janji ekonomi strategis, dan komunikasi efektif untuk menyelaraskan optimisme pasar dengan narasi politiknya. Platformnya meliputi pemotongan pajak perusahaan, deregulasi, dan reformasi regulasi untuk mendukung sektor teknologi, energi, dan manufaktur. 

Namun, strategi ini membawa risiko seperti kenaikan suku bunga dan inflasi. Ketidakpastian politik juga menciptakan volatilitas, tetapi peluang tetap ada, terutama di sektor energi tradisional dan perusahaan menengah.

Dampak Trump pada Indonesia

Kebijakan Trump berpotensi memengaruhi Wall Street sebagai pusat pasar saham global, yang berdampak pada perekonomian Indonesia. Fokusnya pada perdagangan proteksionis, seperti tarif impor, dapat mengganggu rantai pasokan global, terutama bagi industri ekspor Indonesia seperti elektronik dan otomotif. Selama kepresidenan sebelumnya, kebijakan serupa memaksa Indonesia mencari pasar alternatif.

Penguatan dolar AS akibat kebijakan pro-pasar Trump dapat memperbesar beban utang Indonesia dalam mata uang dolar, yang mencapai $400 miliar pada 2023. Likuiditas di pasar negara berkembang seperti Indonesia juga bisa terganggu karena arus modal cenderung masuk ke AS. Namun, sektor energi Indonesia mungkin diuntungkan dari kebijakan pro-bahan bakar fosil Trump, meskipun risiko jangka panjang tetap ada terkait transisi energi global.

Strategi Indonesia Menghadapi Dampak Trump

Untuk meminimalkan risiko dan memanfaatkan peluang, Indonesia harus:

1. Diversifikasi Perdagangan
Mengurangi ketergantungan pada AS dengan memperkuat hubungan perdagangan regional (ASEAN) dan global (UE, Tiongkok, India).


2. Penguatan Industri Dalam Negeri
Berinvestasi pada sektor bernilai tambah seperti elektronik dan otomotif untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.


3. Transisi Energi
Mendorong investasi energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin untuk mempersiapkan diri menghadapi pergeseran energi global.


4. Manajemen Utang
Mengurangi risiko utang dalam dolar dengan menerbitkan obligasi lokal dan meningkatkan cadangan devisa.


5. Penguatan Pasar Modal
Meningkatkan daya tarik investasi domestik melalui green bonds dan proyek infrastruktur.


6. Diplomasi Aktif
Memperkuat hubungan bilateral dengan AS sambil memperkuat kemitraan di ASEAN untuk memastikan stabilitas ekonomi.

Melalui strategi ini, Indonesia dapat mengelola risiko dan memanfaatkan peluang yang muncul dari kebijakan Trump, memastikan pertumbuhan ekonomi yang tangguh di tengah dinamika global.**

 


Baca Juga