DUNSANAK, Mau Tau Sejarah Panjang dan Asal Usul Nama Sentajo

KILASRIAU.com  - Nama Sentajo “Tempo Doeloe”  mengalami tiga kali perubahan. Pertama: bernama Rarai Sakti. Artinya  bukit yang jurang. Pusat negerinya berada di Koto Tuo sekarang di   Pulau Komang.

Tempat ini dialkisahkan tidak aman. Konon ada nyamuk sebesar burung kelelawar. Setiap  waktu burung itu menggigit  manusia sehingga korban jiwa berjatuhan.

Ketakutakan,  mereka pindah mencari daerah yang aman.  Bukti sampai sekarang masih ada sisa-sisa bangunan berupa  “sondi.”  Sondi merupakan batu-batu besar.  Posisinya batu tersebut ditemukan di kebun karet di atas bukit  Koto Tuo. 

Kedua: Kayu Batu sekitar Surau Kulik – kini bernama Surau Att Taqwa. Di situ dulu Pusat negeri dinamai Kukok Titian Modang. 

Diceritakan di tempat tersebut ada beberapa sondi yang tulisan tidak bisa terbaca.  Sekarang sondi tersebut tidak dijumpai lagi.

Di Kayu Batu   termuata banyak binatang melata sejenis pacet yang menyerang masyarakat. Pacet ini menghisap darah manusia yang berkibat masyarakat  merasa tidak nyaman.

Ketiga:  Kukok Titian Modang di Koto Sentajo sekarang tersebut dirubah menjadi Negeri Sentajo.   Daerahnya subur dan aman dari serangan hewan melata dan binatang buas lainnya

Dari Koto Sentajo inilah mulai perkembangan peradaban sosial dan pemerintahan berdasarkan Pemerintahan Adat yg dibungkus dengan ajaran Agama Islam.

Versi lainnya disebutkan Sentajo berasal dari kekaguman salah seorang Syech  yang melihat Pulau Parupuak di tengah malam. Pulau tersebut  sangat indah karena kerlipan lampu pelita yang dilihat dari Mesjid Usang. 

Pulau Parupuak   terletak di seberang sungai Mesjid Usang. Syech itu berucap “Tahjun:  Tahjun atau  Takjub. Akhirnya digabung menjadi Sentajo.

Versi lain juga mengatakan Sentajo berasal dari kata “santapan rajo.”   Sekitar tahun 1200 M, Raja Pagaruyung dan rombongan belajar adat di Rumah Godang Datuk  Bandaro Putiah Suku Piliang Ujung Tanjung.

Usai belajar Raja dari  Pagaruyung  makan bersama guru mereka. Makanan itu lalu diberi nama “Santapan Rajo” disingkat dengan Santajo - sekarang menjadi Sentajo.

Lalu dalam Kitab Tajul Muluk  karya Syekh Ismail Bin Abdul Muluk Al- Asyi seorang ulama besar Aceh yang diterjemahkan oleh TA Sakti disebutkan:  Tajul berarti Mahkota Raja.  Kuat dugaan nama Sentajo ini  berasal dari kata Tajul yang berarati Mahkota Raja.

Boleh percaya atau  tidak?  
Semuanya dikembalikan ke Dunsanak.
---------
SEJARAH Sentajo  juga bisa dilihat dari naskah kono  tambo kepunyaan Kaum Datuk Sinaro Putih Negeri Sentajo. Naskah berukuran 33 x 24 cm dan kertas berasal dari Eropa ini berisi. 
1) Terdapat sebuah cap di bagian atas, tulisannya tidak dapat dibaca.  Namun mengingat isi naskah, tata bahasa, dan raja dan regalia kebesaran yang disebutkan, maka cap itu diduga Cap Sulthan Sri Maharaja Diraja ibni Almarhum Sulthan Abdul Jalil Yang Dipertuan Minangkabau di Pagaruyung.

2) Terdapat juga tulisan Qaul Al Haq pada bagian atas, standar etika penulisan surat-surat kesultanan Melayu zaman dahulu.

Setelah di translet  isi naskah tersebut berbunyi:  As-shultan Al Falfa  yakni do’a-do’a dan pujian dalam Bahasa Arab. Selanjutnya tidak ditransliterasikan.

1. (Do’a-do’a dan pujian dalam bahasa Arab dan penghormatan kepada Sulthan Gagar Alam selanjutnya tidak ditransliterasikan).

2. Diturunkan Allah Ta’ala Raja Iayalah belum turun ke dunia laki-laki dan parampuan maka Firman Allah Ta’ala Wa ma Khalaqtul Jinna Wal  Insa.  Maka dijadikan Allah Ta’ala jin dan manusia maka diturunkan Allah Ta’ala seekor burung lagi pandai berkata-kata pada masa itu mencahari tanah daratan.

Iyalah pulau yang bernama Langkopuri antara Palembang dengan Jambi Seorang bernama Simaharaja Alif. Seorang bernama Simaharaja Dipang. Seorang bernama Simaharaja Diraja.

Iyalah cucu Raja Iskandar Zulkarnaini khalifah Allah Ta’ala Johan berdaulat. Zillullah fil‘alam bibarakatil saidil anam amin yaa rabbal ‘alamin. Maka bertiup angin nafa rahman daripada pihak tanam-tanaman daripada surga jannatul Firdaus terkibar baun yang harum nurus  yang asli terbukalah angin podi talbi yang hakiki terlebih daripada cahaya bulan dan mantahari.

Iyalah Sulthan menaruh Mangkuto dikaruniakan Allah ta’ala Iyalah Sulthan yang menaruh kayu kamat dibahagi tigo dengan Rajo Ruhum dan Rajo Cino.

Iyalah sulthan yang menaruh Pagaruyung. Iyalah Sulthan yang menaruh Sangsita kala sapintak satahun mamintalkan dirinyo sandiri berurai cindai bertahtakan ratna mutu manikam. 

Iyalah Sulthan yang menaruh pohon nagao taran. Iyalah Sulthan yang menaruh amas sijato – jati patah diliuk pandukuangnya. Iyalah Sulthan yang menaruh curiak simandang giri sumbiang seratus sembilan puluh pemancuang sikati muno.

Iyalah Sulthan yang menaruh lembing lambuhari bertataran sago jantan. Iyalah Sulthan yang menaruh sewah paduko jati. Iyalah Sulthan yang menaruh kudo samburani. Iyalah Sulthan yang menaruh gunung berapi sandirinya.

Iyalah Sulthan yang menaruah bunga cimpaga biru. Iyalah Sulthan yang menaruh bunga sari manjari. Iyalah Sulthan yang menaruh buluh perindu tempat segala burung liar mati. Iyalah Sulthan yang menaruh gendang saliguri

Iyalah Sulthan yang menaruh tabuh pulut-pulut. Iyalah Sulthan yang menaruh tiang tareh jilatang. Iyalah Sulthan yang menaruh lapiak daun jilatang. Iyalah Sulthan yang menaruh gunuang sindo bagi tempat mi’raj ke gunung barapi.

Iyalah Sulthan yang menaruh Bukit Bungsu. Iyalah Sulthan yang menaruh lantai batu. Iyalah Sulthan yang menaruh sungai mamas airnyo bungo. Iyalah Sulthan yang menaruh sigar gantiang.

Aminn Yaa Rabbal ‘Alamin…

Barang disampaikan surat cucu yang Dipertuan Nan Bagombak kapado Bandaro Putiah Sentajo.  Jikalau basuo dengan anak cucu daulat yang Dipartuan handaklah dipaliharokan dan barang pekerjaan yang berlaku pada syarak dan adat. 

Kemudian daripada itu, jikok urang basar-basar kami atau hulubalang kami atau urang siak kami jangan dipersanda-sandakan.  Tiada buliah jikok dipersenda-sendakan baik sagala urang besa sagalo siak sagalo hulubalang kami terkena biso kami daulat yang Dipartuan Nan Bagombak adanya. **
 


Baca Juga