16 Pemilik Lahan Terkait Karhutla di Ogan Ilir

Ilustrasi

KILASARIAU.com  -- Kepolisian Resor Kabupaten Ogan Ilir tengah menyelidiki penyebab kebakaran hutan dan lahan (Karhutla ) yang terjadi di wilayah tersebut, termasuk kebakaran 139 hektare lahan di sekitar Tol Palembang-Indralaya (Palindra).

Kapolres Ogan Ilir Ajun Komisaris Besar Ghazali Ahmad mengatakan sejak tiga bulan lalu pihaknya mengidentifikasi terdapat 16 kejadian karhutla di wilayah tersebut. Sementara data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan mencatat lahan yang hangus terbakar di Ogan Ilir sejak Maret lalu seluas 268,48 hektare.

"Dari 16 kejadian ini, diidentifikasi ada 16 pemilik lahan perorangan, tidak ada perusahaan. Sedang kita cari pemiliknya, kita selidiki. Ada yang sudah diketahui pemiliknya ada yang belum diketahui," ujar Ghazali, Kamis (8/8).

Untuk karhutla yang terjadi di sekitar jalan tol Palindra, polisi  mengidentifikasi ada dua pemilik lahan. Kebakaran yang menyebar dari Desa Arisan Jaya, Kecamatan Pemulutan Barat tersebut sudah berhasil dipadamkan pada Rabu (7/8) malam. Kini pihaknya tengah fokus melakukan penyelidikan untuk proses hukum lebih lanjut.

Karhutla terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mencatat ada 112 titik panas di Sumatera. Riau jadi daerah paling banyak menyumbang dengan 59 titik panas.Sebelumnya diberitakan, 139 hektare lahan gambut bervegetasi purun terbakar di 5 desa dari 2 kecamatan Kabupaten Ogan Ilir, termasuk kawasan sekitar tol Palindra sejak Jumat (2/8).

Kebakaran baru bisa diantisipasi dan dipadamkan pada Rabu (7/8)."Pemilik lahan pasti akan diperiksa, kita ambil keterangannya untuk mengetahui penyebab kebakaran. Kita sudah pasang police line di lokasi kebakaran agar TKP tidak diganggu.

Juga memasang spanduk yang bertuliskan penyelidikan terhadap lahan kebakaran itu sedang tahap penyelidikan," kata dia.

Ghazali melanjutkan polisi masih belum mengetahui pasti penyebab api bisa menghanguskan kawasan sangat luas tersebut. 

Berdasarkan pengakuan warga, lahan di kawasan tersebut sudah langganan karhutla setiap tahun. Namun lahan tersebut bukanlah lahan yang bisa ditumbuhi untuk tanaman perkebunan karena sifat tanahnya yang asam.

Ghazali mengatakan sebagian besar pemilik lahan yang terbakar tersebut bukanlah warga yang berdomisili di desa sekitar. Itu membuat polisi kesulitan untuk memanggil pemilik lahan.

"Kalau memang pemilik lahan tidak memanfaatkan lahan tidur itu, sebagaimana mungkin dikoordinasikan kepada pemerintah agar lahan tersebut dimanfaatkan. Kalau dimanfaatkan, pencegahan kebakaran pun akan lebih mudah dan terpantau," kata dia.


Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menduga karhutla disebabkan oleh individu-individu yang ingin membuka lahan baru dengan cara membakar lahan lama.

 Dedi mengatakan hal tersebut diketahui berdasarkan pengakuan 23 orang yang telah diamankan. Rata-rata mereka bergerak sendiri-sendiri dan tidak tergabung dalam korporasi.

"Bakar lahan untuk membuka lahan baru. Itu adalah hal sifatnya tradisional yang kita ingatkan (peringatkan)," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Dedi mengatakan Polri bersama Pemerintah Daerah dan TNI masih berusaha untuk mengubah cara tradisional membuka lahan karena dapat memicu kebakaran khususnya di lahan gambut. Apalagi, kata Dedi, saat ini kekeringan masih mendominasi.

"Tanpa disadari itu kan lahan gambut. Mungkin di atas permukaan padam tapi di bawah permukaan masih merambat api tersebut. Apalagi sekarang tingkat kekeringan cukup masif, cadangan air di spot rawan kebakaran itu sudah minim di musim kemarau ini," tuturnya.


Dari 59 hotspot di Riau, sebanyak 37 di antaranya merupakan titik api. Titik api terbanyak ada di Indragiri Hilir dengan 9 titik, Siak 7 titik, Pelalawan 6 titik, Indragiri Hulu dan Bengkalis masing-masing 5 titik, Rokan Hilir dan Kampar masing-masing 2 titik, dan Meranti satu titik api.

Selain di Riau, titik panas banyak terpantau di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung yang masing-masing ada 15 titik; kemudian di Jambi 13 titik, Aceh 3 titik, Kepri dan Sumatera Utara masing-masing 2 titik, Sumatera Barat 4 titik, dan Lampung satu titik.

Menurut Panduan Teknis Informasi Titik Panas (Hotspot) Kebakaran Hutan Lahan yang disusun Deputi Bidang Penginderaan Jauh, jumlah titik panas bukanlah jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan. 






Tulis Komentar