PT Garam Mengusulkan Pemerintah Beri Subsidi demi Stabilisasi Harga

Ilustrasi

KILASRIAU.com -- PT Garam (Persero) mengusulkan kepada pemerintah untuk mengkaji skema penugasan pelayanan publik atau Public Service Oriented (PSO) untuk menyerap garam rakyat. Langkah ini diperlukan lantaran harga garam di tingkat petambak makin terpukul hingga menyentuh Rp400 per kilogram (Kg). 

Direktur Operasi PT Garam Hartono mengatakan selama ini pihaknya menyerap garam rakyat menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) sehingga berkewajiban menjaga margin harga pembelian dan penjualan agar tidak merugi. Dengan skema itu, kemampuan PT Garam menyerap terbatas, selain juga tak memiliki kewajiban menyerap garam.

Sebaliknya, dengan PSO maka pihaknya berpeluang menyerap garam pada Harga Pokok Penjualan (HPP) sesuai dengan kuota penyerapan. 

"Kami menunggu ada penugasan dari pemerintah. Mungkin wacana PSO perlu dijajaki," katanya. 

Ia menuturkan perusahaan masih memiliki sisa PMN sebesar Rp27,88 miliar yang akan digunakan untuk menyerap 75 ribu ton garam tahun ini. 

Ketiga, mengatur bahwa tidak semua industri menggunakan garam impor melainkan memanfaatkan garam lokal seperti industri perikanan, penyamakan kulit, pengeboran minyak, dan sebagian industri aneka pangan sehingga kuota impor tepat sasaran. 

Pemerintah terakhir kali mencairkan PMN untuk perseroan pada 2015 sebesar Rp204 miliar. Dana itu kemudian digunakan untuk penyerapan garam pada 2016 sebesar Rp4,65 miliar untuk 9.000 ton dengan harga rata-rata Rp517 ribu per ton. 

Tahun 2017, ia mengaku perseroan tidak menyerap garam rakyat karena harga pembelian terlalu tinggi untuk hitungan bisnis perusahaan.

"Sehingga kami mengajukan surat agar diperbolehkan menyerap sesuai dengan mekanisme pasar dan mendapat jawaban pada pertengahan 2018," paparnya.

Setelah izin turun, perseroan kembali mengalokasikan dana PMN sebesar Rp167,27 miliar untuk menyerap garam di 2018. Jumlahnya 116 ribu ton garam dengan harga rata-rata Rp1,44 juta per ton. 

Hingga Juni 2019, perseroan tercatat menggelontorkan Rp4,2 miliar untuk menyerap 4.000 ton garam dengan harga rata-rata Rp1.050 per Kg. Dengan demikian, secara total BUMN ini telah mengeluarkan PMN sebesar Rp176,12 miliar dalam empat tahun terakhir, sehingga sisa PMN sebesar Rp27,88 miliar.

Stok Garam Menumpuk Ia mengatakan anjloknya harga garam membuat pasokan di gudang menumpuk. Pasalnya, ia tidak bisa menjual lantaran harga di pasar jauh lebih rendah dibandingkan harga beli. Jika dipaksa, maka perseroan berpotensi merugi. 

Menurut dia, ada pasokan sekitar 285 ribu ton garam di gudang perseroan dari total kapasitas gudang sebesar 500 ribu ton. 

"Kami produksi garam juga di tahun 2019. Kami proyeksi tahun ini 450 ribu ton, berarti kami harus kosongkan gudang," ujarnya. 

Ia menyebut selain memberikan penugasan penyerapan garam rakyat, pemerintah bisa turun tangan menstabilisasi harga melalui beberapa langkah. Pertama, menjadikan garam sebagai kebutuhan pokok sehingga pemerintah bisa menetapkan harga acuan. 

Kedua, penataan ulang tata niaga garam yang berpihak kepada kesejahteraan petambak garam. Dalam hal ini, pemerintah bisa membentuk lembaga pengawas distribusi garam impor agar tidak merembes ke konsumsi. 


Keempat, pemerintah perlu membenahi teknik produksi garam lokal agar dapat bersaing dengan garam impor. 

"Pemerintah harus ikut andil dalam pembenahan sarana dan prasarana produksi petambak," tuturnya. 

Sebagai informasi, salah satu perusahaan yang mendapatkan penugasan pemerintah untuk melakukan stabilisasi harga pangan saat ini adalah Perum Bulog. Perusahaan plat merah bertugas untuk menyerap beras petani melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah atau Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.






Tulis Komentar