Harga Minyak Naik Tipis, Stok Minyak AS Diramal Turun

Ilustrasi

KILASRIAU.com -- Harga minyak mentah Brent naik tipis pada perdagangan Selasa (24/6), waktu Amerika Serikat (AS). Kenaikan terjadi sebelum dirilisnya data persediaan stok minyak mentah AS yang diperkirakan bakal turun. 

Di saat yang sama, kekhawatiran terhadap menurunnya permintaan bahan bakar akibat memanasnya perang dagang AS-China masih membayangi.

Dilansir dari Reuters, Rabu (26/6), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,19 atau 0,3 persen menjadi US$65,05 per barel. Sementara, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun tipis US$0,07 atau 0,1 persen menjadi US$57,83 per barel

Investor mengacuhkan komentar Presiden AS Donald Trump pada Selasa (25/6) terkait AS akan melenyapkan bagian Iran jika menyerang apapun milik AS. 

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, kemungkinan akan memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi dalam pertemuan yang akan digelar pada 1-2 Juli 2019 mendatang.
Para analis menyatakan harga minyak bergejolak saat eskalasi tensi antara AS dan Iran terjadi ketika Trump membidik Pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei dan sejumlah pejabat tinggi Iran lainnya dengan sanksi pada awal pekan ini. Pernyataan itu disampaikan Trump setelah membatalkan serangan udara balasan.

Sementara itu, survei awal Reuters pada awal pekan ini menunjukkan persediaan minyak mentah AS pada pekan lalu kemungkinan akan merosot dan menjadi faktor pengerek harga. Jika terbukti maka penuturan stok tersebut terjadi selama dua pekan berturut-turut. Sebagai catatan, data resmi dari Badan Administrasi Informasi Energi AS akan dirilis pada Rabu (26/6) waktu setempat.

Namun demikian, kekhawatiran terhadap tensi perdagangan AS-China dan pertumbuhan ekonomi global masih menekan harga.

"Anda akan melihat harga minyak kebingungan untuk memilih arah selama beberapa hari ke depan," ujar Analis Pasar Senior RJO Future Josh Graves di Chicago.

Menurut Graves, terjadi tarik-menarik antara faktor pendorong dan penekan harga.

Harapan untuk terjadinya progres pembahasan perang dagang AS -China selama pertemuan G20 tergerus oleh pernyataan salah satu pejabat senior Gedung Putih yang menyatakan Trump nyaman dengan apapun hasil pembicaraan itu. Hal ini menjadi faktor penekan harga.

"Pertemuan AS-China di G20 dapat menjadi sinyal penyesuaian kembali perdagangan, tapi pasar membutuhkan sesuatu yang benar-benar menggigit," ujar Wakil Kepala Riset Pasar Tradition Energi Gene McGillian di Stamford.

Menurut McGillian, sengketa dagang AS-China telah membuat pasar maju-mundur selama lebih dari setahun.

Kekhawatiran terkait permintaan sedikit teratasi pekan lalu saat harga Brent menanjak 5 persen dan WTI melesat hampir 10 persen, performa mingguan terkuat sejak 2016. Kondisi itu terjadi setelah Iran menembak drone militer AS, menambah tensi yang sebelumnya muncul akibat serangan pada kapal tanker minyak di kawasan Teluk.

AS menuding Iran sebagai biang keladi atas serangan terhadap kapal tanker namun tudingan itu langsung dibantah Iran.


Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan kerja sama internasional pada produksi minyak mentah telah membantu menstabilkan pasar minyak. Kebijakan itu menjadi lebih penting pada saat-saat ini.

Perusahaan minyak pelat merah Arab Saudi Saudi Aramco menyatakan kapasitas cadangannya sebesar 12 juta barel per hari (bph) cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumennya.

Sementara itu, sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela telah menyebabkan turunnya ekspor minyak dua negara OPEC tersebut. Namun, penurunan itu diimbangi oleh kenaikan produksi minyak AS.






Tulis Komentar