Ancaman Iklim Rp 14.200 Triliun Bagi Perusahaan Raksasa Dunia

Ilustrasi

KILASRIAU.com - Lebih dari 200 perusahaan-perusahaan terbesar di dunia memperkirakan perubahan iklim bisa membuat mereka rugi lebih dari US$1 triliun (lebih dari Rp14.200 triliun) dalam lima tahun ke depan, demikian menurut laporan yang dipublikasikan Selasa (4/6). 

Laporan yang sama juga menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan itu hingga saat ini masih meremehkan bahaya tersebut, meski para ilmuwan telah mengingatkan saat ini bumi akan didera bencana luar biasa jika tidak dengan cepat mengurangi emisi karbon. 

"Mayoritas perusahaan masih harus melalui jalan panjang untuk menimbang risiko perubahan iklim secara tepat," kata Nicolette Bartlett, ujar Direktur Perubahan Iklim dari Carbon Disclosure Project, organisasi yang menyusun laporan tersebut. 


Hampir separuh dari biaya tambahan ini disebut hampir pasti dikeluarkan.
Dengan mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan risiko ini terhadap perusahaan, para aktivis perubahan iklim berharap agar perusahaan mau menginvestasikan dana pada teknologi yang lebih bersih sehingga mengurangi penggunaan karbon, tepat pada waktunya. 

Dalam studi terbaru, CDP menganalisis data survei pada 215 perusahaan terbesar di dunia, mulai dari Apple, Microsoft, Unilever, UBS, Nestle, China Mobile, Infosys, Sony dan BHP. 

Perusahaan-perusahaan itu memperkirakan secara total ada biaya tambahan senilai US$970 miliar untuk mengatasi suhu yang makin panas, cuaca yang sering berubah-ubah, dan juga harga emisi gas rumah kaca. 


Banyak perusahaan juga melihat ada potensi yang besar jika dunia bisa memangkas penggunaan karbon secara besar untuk menghindari skenario terburuk, sementara para ilmuwan melihat upaya ini krusial untuk keberlangsungan industri itu sendiri. 

Perusahaan-perusahaan dalam penelitian CDP ini memiliki kapitalisasi pasar hingga US$17 triliun.

Kecemasan mengenai perubahan iklim telah meningkat secara drastis dengan semakin peningkatan kesadaran akan perubahan iklim di berbagai negara, sementara gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran akibat perubahan iklim semakin sukar untuk dihindarkan. 

Pada April, Gubernur Bank Inggris Mark Carney dan dan kepala Bank Pusat Perancis Francois Villeroy de Galhau, juga mengingatkan akan hadirnya Minsky Moment, kejatuhan harga aset, kecuali perusahaan-perusahaan mulai berusaha mengatasi permasalahan ini.






Tulis Komentar